Wednesday, January 30, 2008

Wisata Kabupaten Banyumas

Wisata Kabupaten Banyumas

LOKAWISATA BATURRADEN
Lokawisata Baturraden terbentang di sebelah selatan kaki Gunung Slamet pada ketinggian sekitar 640 m di atas permukaan laut. Baturraden terletak hanya 14 km dari Kota Purwokerto yang dihubungkan dengan jalan yang memadai. Di tempat wisata ini Anda dapat menikmati pemandangan indah & udara pegunungan yang segar dengan suhu 18' Celcius - 25' Celcius. Sedangkan Gunung Slamet dengan ketinggian 3.428 m, merupakan gunung berapi terbesar dan gunung tertinggi ke-2 di Jawa. Jika cuacanya bagus, Kota Purwokerto dapat terlihat dari Baturraden, begitu juga dengan Cilacap dan Nusa Kambangan. Ketika kita melihat gunung Slamet, kita dapat melihat lereng gunung Slamet yang ditutupi oleh hutan Heterogen.
Taman Rekreasi di Baturraden menyajikan alam pegunungan & lembah sunyi yang dihiasi air terjun serta sumber air panas Belerang "Pancuran-3". Di tempat ini juga dapat dinikmati berbagai mainan anak, menara pandang, Taman Botani, Kolam Renang.
Tempat pemandian air panas, Kintamani, kolam luncur, sepeda air, kereta gantung, & kebun binatang Widya Mandala.

CURUG CIPENDOG
Terletak di Desa Karang Tengah - Kecamatan Cilongok, kurang Lebih 20 km dari kota Purwokerto. Obyek wisata in berupa Air Terjun dengan ketinggian 92 meter yang dikelilingi oleh pemandangan alam & hutan yang indah.

CURUG CEHENG
Terletak di Kecamatan Sumbang, sekitar 18 km dari Purwokerto, berupa air terjun yang indah dengan begitu banyak kelelawar yang beterbangan di sekitarnya.

PEMANDIAN KALIBACIN
Terletak di Desa Tambak Negara kecamatan Rawalo 17 km dari Purwokerto. Objek wisata ini merupakan peninggalan sejarah jaman Belanda terbukti dengan prasastinya. Dikenal dengan nama Wisata Husada, karena wisatawan disamping dapat menikmati keindahan alamnya sekaligus dapat menyembuhkan penyakit kulit dan tulang.

DESA WISATA KETENGER
Desa Ketenger Kecamatan Baturraden adalah desa wisata yang berfungsi sebagai penyangga utama obyek wisata Baturraden. Dengan potensi alamnya yang benar-benar diandalkan sebagai potensi wisata, seperti Curug Gede, Curug Kembar, Curug Kabayan. Di samping itu masih ada Rumah Putih, Jalan Kereta Tebu (Jawa: LORI), dan Wisata Pendidikan.
Dengan kesejukan alamnya dan pengairan yang baik, dua hal ini yang oleh masyarakat Desa Wisata Ketenger dimanfaatkan untuk menanam bunga potong dan kolam pancingan, sehingga itu semua bisa menambah daya tarik bagi wisatawan.
Bagi wisatawan yang berkunjung ke Desa Wisata Ketenger dapat menikmati indahnya suasana malam hari dengan hiburan kesenian seperti Calung, Ebeg, Band/Orkes Melayu ataupun Genjring. Masyarakat di Desa Wisata Ketenger menyediakan Home Stay sebanyak 41 rumah dengan kamar tidur sejumlah 74, dengan fasilitas cukup memadai. Bagi wisatawan mancanegara tidak perlu repot karena tenaga guide berbahasa Inggris telah siap, sekaligus tersedia berbagai cinderamata khas setempat.
Masyarakat di Desa Wisata Ketenger telah mampu membuat kerajinan tangan berupa tas tangan dari mute, meja-kursi atau patung dari akar pohon dan makanan khas Banyumas. Itulah potensi yang terkandung di desa Wisata Ketenger Kecamatan Baturraden, yang masih terus diupayakan peningkatannya demi kepuasan wisatawan.

HARI JADI KABUPATEN BANYUMAS
Hari Jadi Kabupaten Banyumas (berdiri 5 April 1582) yang diiringi oleh seluruh Punggawa Banyumas dengan Pakaian Tradisional dari Pendodo ex Kotatip Purwokerto menuju Pendopo Si Panji Kabupaten Banyumas yang dilaksanakan setiap tanggal 5 April.

PENJAMASAN JIMAT KALISALAK
Pencucian benda-benda keramat dari Peninggalan Sunan Amangkurat 1 dari kerajaan Mataram. Prosesi siraman jimat dilaksanakan setiap tanggal 12 & 13 bulan Maulud. Konon prosesi ini dapat dijadikan media ramalan hal-hal yang akan terjadi dalam tahun berikutnya yaitu dengan melihat tambah atau berkurangnya benda-benda jimat itu.

PENJAROAN
Penjaroan merupakan kegiatan pemasangan pagar yang terbuat dari bambu sebagai tanda peringatan tahunan meninggalnya Syekh Kyai Mustholih yang dimakamkan disekitar Masjid Saka Tunggal. Kegiatan ini dilaksanakan setiap tanggal 26 & 27 Rajab.

Masjid Saka Tunggal dan Taman Kera Cikakak
Masjid Saka Tunggal terletak di desa Cikakak, Kecamatan Wangon dibangun pada tahun 1522 M. Masjid ini berjarak ± 30 km dari kota Purwokerto. Disebut Saka Tunggal karena tiang penyangga bangunan dulunya hanya berbentuk satu tiang (tunggal) . Di sekitar tempat ini terdapat hutan pinus dan hutan besar lainnya yang di huni oleh ratusan ekor kera yang jinak dan bersahabat, seperti di Sangeh Bali.

Goa Maria Kaliori
Goa Maria "Kaliori" terletak di perbukitan yang hijau membentang dlengan suasana sejuk dan nyaman di Desa Kaliori, kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Prakarsa pembangunan tempat ziarah ini bermula dari beberapa aktivitas umat Katolik di Banyumas, yang kemudian mendapat tanggapan dan dukungan sepenuhnya dari Pastor Paroki di Purwokerto beserta umatnya.
Pembangunan Goa Maria "Kaliori " dimulai pada tanggal 15 Agustus 1989 dengan ditandai Peletakan Batu Pertama oleh Uskup Purwokerto Mgr. P. S. Hardjasoemarta MSC. Suatu peristiwa bersejarah bagi Goa Maria "Kaliori" dimulai pada tanggal 10 Oktober 1989, dimana di dalam Misa Agung di Yogyakarta, Bapa Suci Yohanes Paulus II berkenan memberkati Patung Bunda Maria dan menandatangani Prasasti Goa Maria "Kaliori", selanjutnya pada tanggal 8 Desember 1989 Goa Maria "Kaliori" diberkati dan diresmikan penggunaannya.
Semenjak itu pembangunan tempat ziarah umat Katolik tersebut berlanjut terus. Berbagai fasilitas, seperti : Kapel "Ratu Surga", Jalan Salib, Taman Rosario Hidup, Pendopo bagi para peziarah, dan yang terakhir dibangun adalah Rumah Retret "Maria Immaculata", dengan kapasitas 150 orang sekarang sudah tersedia bagi peziarah sehingga Goa Maria "Kaliori" menjadi salah satu tempat ziarah yang terlengkap di Indonesia.
Dalam rangka pengembangan lokasi tempat Ziarah ini, maka Keuskupan Purwokerto menyerahkan pengelolaan Goa Maria "Kaliori" kepada Konggregasi Oblat Maria Imakulata (OMI) yang memiliki kharisma di dalam pengelolaan Goa Maria di berbagai negara di dunia.

Jaringan Kerja Film Banyumas

Image and video hosting by TinyPic
http://jkfb.wordpress.com/

Film Banyumas Sepanjang 2007; Membanggakan tapi Belum Menggembirakan

”Televisi adalah sastra rakyat hari ini,” kata Garin Nugroho. Bila saat dimulainya revolusi Gutenberg, buku dinamai sebagai jendela dunia, peran itu kini telah diambilalih oleh televisi. Dan televisi sangat membutuhkan produksi beragam jenis tayangan, satu diantaranya sajian film. Akan tiba waktunya, film-film produksi berbagai komunitas lokal menghiasi layar kaca, berderet bersama film impor.

Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 ‘toh’ telah menetapkan sistem televisi jaringan yang mematok kian banyak tayangan lokal. Sehingga tentu membanggakan jika anak-anak muda yang lahir dari rumpun kebudayaan Banyumasan sudah mendahului jaman dengan memperkenalkan kategori Film Banyumas kepada publik. Setidaknya di tingkat nasional, dengan jumlah keikutsertaan festival film mencapai puluhan, film Banyumas tak luput dari perhatian.

Komunitas film yang secara samar mulai muncul di Purwokerto tahun 1999, kini telah menjadi jamak di Kabupaten Purbalingga dan Banyumas. Cilacap dan Banjarnegara, dengan jumlah komunitas yang lebih sedikit pun tak jemu-jemunya menggelar kegiatan. Keikutsertaan sineas Purbalingga pada Festival Film Eropa, dan undangan untuk Komunitas Sangkanparan dan sineas SMA 1 Cilacap di ajang Pusat Kebudayaan Prancis, menandai langkah maju di lingkungan penikmat film internasional.

Purbalingga Film Festival 2008

Purbalingga Film Festival 2008
Gelanggang Mahesa Jenar Purbalingga, Jawa Tengah.
16-18 Mei 2008

Festival Film Purbalingga merupakan program tahunan Cinema Lovers Community sebagai salah satu bentuk komitmen terhadap perkembangan film pendek di Indonesia. Festival ini pertama kali digelar pada Juli 2007 dengan nama Parade Film Purbalingga.

Festival Film Purbalingga 2008 dikonsepsikan menjadi sebuah pesta perayaan film-film pendek pilihan dari berbagai kota di Indonesia melalui program-program yang dihelat. Pada titik inilah tercipta kancah pertemuan bagi para seniman visual, komunitas film dan publik peminat.

Keseluruhan rangkaian program bersifat terbuka untuk publik, tanpa biaya tiket.

http://purbalinggafilmfest.blogspot .com

Lomba Penulisan Essai Tentang Pelestarian Film Indonesia Tahun 2008

Ditujukan kepada :

1. Mahasiswa
2. Pustakawan
3. Masyarakat Umum Uraian : Perpustakaan Nasional RI bekerja sama dengan Sinematek Indonesia mengadakan lomba penulisan essai tentang pelestarian film Indonesia.

Topik/Tema Penulisan :
Pendapat, pandangan dan kritik terhadap pelestarian film di Indonesia.

Persyaratan Peserta :

1. Mahasiswa, pustakawan dan masyarakat umum.
2. Melampirkan fotokopi KTP/SIM/Kartu Mahasiswa/Kartu Karyawan/identitas lain.
3. Melampirkan daftar riwayat hidup.
4. Melampirkan pas foto ukuran 3×4 sebanyak 2 lembar.


Nonton Komidi Sorot di Banyumas
Image and video hosting by TinyPic

Siapa pernah menyangka jika di satu wilayah yang dianggap jauh dari jamahan industri budaya pop meluncur sebuah festival film. Karnaval Film Pendek Banyumas 2007 pada 7 Desember lalu, yang memutar film-film karya para pekerja film asal Cilacap, Banyumas, Purbalingga, dan Banjarnegara, seperti menjadi wahana baru menyatakan diri.

Direktur Jaringan Kerja Film Banyumas (JKFB) Sigit Harsanto menuturkan, sebagian besar film-film yang diproduksi di wilayah mereka berangkat dari realitas kultural lokal yang khas dan unik. “Hampir semua menggunakan bahasa Banyumasan,” ujar Sigit. Film-film itu diputar berdampingan dengan film-film produksi Eropa dari desa ke desa. Jika kebanyakan orang menyebut istilah layar tancep untuk menonton film, di wilayah sekitar Banyumas disebut komidi sorot. “Penontonnya bisa ratusan, bahkan jauh lebih banyak dibandingkan dengan pemutaran di kampus,” kata Sigit.

Dalam waktu yang nyaris berbarengan digelar pula festival-festival film dalam skala lebih besar dan mapan, seperti Jakarta International Film Festival (JiFFest), Festival Film Indonesia (FFI) di Riau, dan Festival Film Dokumenter (FFD) di Yogyakarta. Sebelumnya juga sudah digelar Jogja- NETPAC Asian Film Festival di Yogyakarta, Festival Film Asia Afrika, Queer Film Festival, dan LA Light Indie Movies di beberapa kota. Bahkan, jaringan bioskop teranyar Blitzmegaplex merasa perlu melakukan hal sama. Mereka, misalnya, menggelar Screamfest Indonesia, Festival Film Fantastik, dan Festival Film Korea.

Menu Makanan Khas Banyumas

Menu Makanan Khas Banyumas

Bakso
Akeh penggemar bakso nang Purwokerto, sing terkenal ya Bakso A.Yani, Pasar Cermai, Telkom, Pasar Pekih, dll. Cirine bakso nganggo krupuk Mireng (kaya mie sing digoreng) terus ana kupat karo kacang gorenge.

Tempe Bongkrek
tempe bongkrek sing diarani uga dage digawe sekang ampas tahu digoreng karo glepung (tepung beras)

Soto Kecik
Sroto utawa soto ialah salah siji panganan tradisional khas Indonesia sing digawe sekang aneka bahan lan disajikan nganggo duduh sing mandan akeh. Panganan kiye bisa disejajarkan karo sop. Masing-masing daerah duwe panganan khas kiye, contone : soto Kudus, soto Madura, coto Makassar, soto Lamongan
lan liya-liyane, nang Banyumasan umume disebut sroto. Sroto sing paling terkenal ialah Sroto Sokaraja.

Mendoan & Kripik
Mendoan
Bahan

* 300 g tempe, iris ½ x 5 x 7 cm
* 75 g tepung beras
* 1 sdm tepung sagu
* 5 ler godhong kucai utawa godhong bawang, iris 1 cm
* 125 ml santen kenthel sekang ½ iji kelapa
* lenga nggo nggoreng

Bumbu sing dialusna

* 3 iji kemiri
* ½ sdt ketumbar sangrai
* ½ ruas jari kencur
* 2 siung bawang putih
* uyah secukupe

Cara Nggawe

Campur tepung beras, tepung sagu, karo bumbu alus. Terus santene disuntek sethithik2 nyambi terus diaduk nganti rata. Angger dirasa kurang encer, bisa tambaih banyu secukupe.

Lebokna godong kucai, aduk nganti rata, terus tempe dicelupna siji-siji.

Goreng nganggo geni sing sedeng aja kegedhen (mbok geseng) nganti mateng karo kelire madan kuning kecoklatan.

Dipangan mumpung esih anget.

Hasil: 10 mendoan nylekamin

Wis lah nganah gari dijajal………………..

Kripik kuwe panganan sing digawe sekang tempe sing mandan tipis, dilebokna maring adonan nang wadah campuran aci lan barang liyane trus digoreng ngantek garing. Angger ora garing dijenengi mendoan angger garing kuwe sing diarani kripik.

Sate Kambing
sate kambing sing terkenal ana nang daerah Kalo Bagor arane sate kambing 2 saudara
ada maning versi sate ayam sing karo kulite lan sindike loro sekang biting nang Jl. masjid, Sate Martawi, ana maning Sate Pak Kadal nang cedheg ex bioskop Srimaya.

Nopia & Mino
Nopia ialah salah siji penganan khas Banyumas, digawe sekang gula jawa sing dibungkus adonan terus dipanggang nganggo tungku khusus ngantek atos ning tengaeh tetep empuk. Seliyane nopia, ana maning Mino utawa mini nopia (nopia sing ukurane cilik/adine Nopia).

Nopia kiye werna-werna rasane, ana sing rasa brambang, duren uga cokelat.
Gudeg Purwokerto

Getuk Goreng
Getuk Goreng kuwe salah siji panganan khas banyumas sing degawe sekang boled (ketela/singkong) derebus seteruse detumbuk supaya alus lan oyode debuang geuk biasane decampur gula utawa klapa sing deparut, getuk goreng ya kuwe getuk sing degoreng, getuk goreng sing terkenal neng wilayah banyumas yakuwe getuk goreng Sokaraja.

Serabi

Legen
Legen : atawa badeg, kuwe sekang banyu kembang klapa sing nggo ngawe gula jawa.

Cimplung
Cimplung kuwe salah siji jenis panganan tradisional, bahan dasare digawe sekang budin utawa ketela pohon.

Panganan Khas Terkenal

* Jend. Sudirman kota Sokaraja: sroto, gethuk goreng lyy.
* Tamara Sari (sisi Sri Ratu Purwokerto):sop buntut.
* Pertelon Sokaraja-Purwokerto belok kiwe (mlebu gang):sroto sutri.
* Jl. Bank, Purwokerto(pedhek Musium Bank):sroto ayam kampung pak Sungeb.
* Pasar Wage, Purwokerto:sroto Pasar Wage + Bakso.
* Jl. Jend. Sudirman, Sokaraja (kanan dalan):sroto lama Bp. Suradi.

Arti Lambang Daerah Kabupaten Banyumas

Image and video hosting by TinyPic
BAGIAN-BAGIAN DAN SUSUNAN "LAMBANG, MAKNA, BENTUK DAN MOTIF"

1. Daun lambang
berbentuk bulat dan didalamnya berlukiskan dari atas ke bawah, melambangkan kebulatan tekad masyarakat di wilayah Kabupaten Banyumas dalam melaksanakan usahanya yang suci, ikut serta dalam revolusi bangsa Indonesia dalam mengejar cita-cita bangsa yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

a.Gunung Slamet
Berwarna abu-abu(kelabu) atau hitam dengan latar belakang warna biru di bagian atas dan warna hijau di bagian sebelah bawahnya.
NAMA SLAMET: mencerminkan harapan masyarakat di kabupaten Banyumas khususnya dan seluruh wilayah Indonesia umumnya agar supaya senantiasa selamat di dunia dan akhirat kelak dengan arti kata sesuai dengan Pancasila.
GUNUNG SLAMET: digambarkan sangat megah menjulang tinggi ke angkasa, melukiskan keagungan dan keteguhan yang dimiliki dan diamalkan oleh manusia masyarakat di Kabupaten Banyumas. Di gunung terdapat terdapat hutan lebat yang perlu dijaga agar tetap menghijau, mengingat fungsi hutan bagi daerah (hasta karana) yang bersifat: klimatologis, hidrologis, orologis, sosiologis, ekonomis, strategis, estetis, sanitair.

Lokawisata Baturraden

Lokawisata Baturraden
Ditulis Oleh Administrator
Rabu, 05 September 2007


Baturraden berasal dari dua kata yaitu Batur yang dalam bahasa Jawa berarti Pembantu, Teman, atau Bukit & Raden yang dalam bahasa juga berarti Bangsawan. Cerita tentang Baturraden ada dua versi. yaitu versi Kadipaten Kutaliman & versi Syekh Maulana Maghribi.

Versi Kadipaten Kutaliman - Pada Ratusan tahun silam konon terdapat sebuah Kadipaten yang terletak 10 Km disebelah Barat Baturraden. Adipatinya mempunyai beberapa anak perempuan & seorang gamel (pembantu yang menjaga kuda). Salah Satu Anak Perempuannya jatuh cinta dengan gamel. Cinta mereka dilakukan secara sembunyi-sembuyi. Sesudah mendengar berita, bahwa anak perempuannya jatuh cinta dengan pembantunya, sang Adipati marah & mengusir gamel & anak perempuannya dari rumah. Diperjalanan dia melahirkan bayi didekat sungai, kemudian mereka menamakannya sungai Kaliputra. (Kali berarti Sungai & Putra berarti anak laki-laki). Letaknya kira-kira 3 Km sebelah utara Kutaliman. Akhirnya mereka menemukan tempat yang indah, & memutuskan untuk tinggal di tempat tersebut. Berdasarkan versi pertama tersebut nama Baturaden seharusnya ditulis dengan dua "R" karena versi tersebut berasal dari kata "Batur" & "Raden" menjadi "Baturraden".

Versi Syekh Maulana Maghribi - Syekh Maulana Maghribi adalah seorang ulama. Dia seorang Pangeran dari Turki. Suatu hari setelah Subuh, dia melihat cahay misterius bersinar disebelah Tenggara. Dia ingin mengetahui darimana cahaya misterius itu datang & apa artinya. Dia memutuskan untuk mencari tahu. Dan dia ditemani oleh sahabatnya, Haji Datuk. & pekerjanya. Mereka berlayar menuju kearah datangnya cahaya misterius tersebut. Kemudian setelah Syekh Maulana Maghribi sampai di Pantai Gresik, cahay misterius tersebut tampak disebelah Barat, & akhirnya mereka sampai di pantai Pemalang Jawa Tangah. Ditempat ini Dia meminta para pekerjanya untuk pulang. Sementara itu dia ditemani oleh Haji Datuk untuk melanjutkan perjalanannya dengan jalan kaki menuju kearah Selatan sambil menyebarkan agama Islam. Kemudian Syekh Maulana Maghribi tinggal di Banjar Cahayana. Ditempat itu Dia terkena penyakit gatal yang serius dan susah disembuhkan. Sesudah sholat Tahajud.dia mendapat Ilham bahwa dia harus pergi ke Gunung Gora. Sesudah sampai di lereng Gunung Gora Dia meminta Haji Datuk untuk meninggalkannya& menunggu ditempat yang mengepulkan asap. Ternyata disitu ada sumber air panas & Syekh Maulana Maghribi menyebutnya " Pancuran Pitu" yang artinya sebuah sumber air panas yang mempunyai tujuh mata air. Setiap hari Syekh Maulana Maghribi mandi secara teratur di tempat itu, dengan begitu dia sembuh dari penyakit gatalnya. Orang sekitar menyebut Syekh Maulana Maghribi sebagai "Mbah Atas Angin" karena Dia datang dari sebuah negeri yang jauh. Dan Syekh Maulana Maghribi dinamakan Haji Datuk Rusuhudi ( Dalam bahasa Jawa berarti Batur yang Adil atau Pembantu Setia). Tempatnya terkenal dengan satu "R" dan bernama "Baturaden". Karena Syekh Maulana Maghribi sembuh dari penyakit gatal & aman dilereng gunung Gora. Selanjutnya Dia mengganti nama Gunung Gora itu menjadi Gunung Slamet. Slamet dalam bahasa Jawa berarti aman. Tempat dimana Syekh Maulana Maghribi sembuh dianggap sebagai tempat keramat oleh orang sekitar. Banyak orang dari Purbalingga, Banjarnegara, & Pekalongan mengunjungi tempat tersebut pada Selasa Kliwon & Jum'at Kliwon.



WANAWISATA
Terletak 2 KM dari Lokawisata Baturraden. Ditempat ini dapat dinikmati keindahan alam hutan dilengkapi dengan tempat perkemahan yang dapat menampung 1000 tenda. Disini juga terdapat teater alam dengan pembibitan tanaman produksi seperti Cemara, Pinus, & sebagainya.

CURUG GEDE
Terletak di Desa Wisata Ketenger, kurang lebih 2 km dari Lokawisata Baturaden. Ditempat ini dapat dinikmati air terjun dengan keindahan alam dan lempengan batu.

TELAGA SUNYI
Obyek Wisata ini berjarak kurang lebih 3 km di sebelah selatan Baturaden. Wisata ini menyuguhkan keindahan Alam & Kesunyian serta indahnya bebatuan.

PANCURAN PITU
Terletak kurang lebih 7 km dari Lokawisata Baturraden. Tempat rekreasi ini menyuguhkan kegiatan alam dan hutan dengan didukung adanya Pancuran 7 yang dapat dijadikan sebagai tempat Wisata Husada dan Gua Sarabadak yang terdapat pertemuan sumber air panas & dingin.

Pemutakhiran Terakhir ( Kamis, 06 September 2007 )

Sastra Jawa Dilestarikan lewat Lomba

Sastra Jawa Dilestarikan lewat Lomba
Ditulis Oleh Administrator
Kamis, 06 September 2007

HATI-HATI bila bilang generasi muda tumbuh bersama kecintaan yang tipis pada akar tradisinya. Asumsi yang kerap dilontarkan dalam berbagai forum budaya itu layak dipertimbangkan masak-masak. Setidak-tidaknya sejumlah pendidik mengaku menemukan fakta yang berbeda.

Suparwati, yang telah mengajar geguritan di banyak sekolah, melihat betapa anak-anak dan remaja punya keingintahuan yang tinggi pada sastra Jawa.

Kegiatan pembelajaran sastra Jawa itu perlu diikuti dengan tersedianya ruang untuk apresiasi.

''Perlombaan memang perlu untuk menumbuhkan semangat anak-anak,'' ujarnya di sela-sela penyelenggaraan Lomba Geguritan Tingkat SD di Pendapa Duplikat Si Panji Banyumas, kemarin.

Enam puluh sembilan peserta lomba tampak dikerumuni ratusan suporter yang merupakan kawan sekolah. Lomba menjadi bagian dari Pekan Budaya Banyumasan yang dihelat oleh Forum Masyarakat Peduli Budaya dan Wisata Banyumas.

Kompetisi

Pengajar dari SD II Pesinggangan, Krisbijantoro, juga melihat sambutan antusias anak pada khasanah sastra Jawa. Tanpa diminta guru, siswa bergiat jika ada lomba. Mental anak untuk berkompetisi dan tampil di depan umum juga terasah. ''Lewat geguritan, anak kemudian berkembang untuk tampil di berbagai kegiatan,'' katanya.

Seperti diutarakan siswa SD II Sudagaran, Putik Windiati. Puisi Jawa atau geguritan membuatnya tertarik justru karena dia tak paham bahasa Jawa. Sedari kecil dia tumbuh dalam keluarga yang memakai bahasa Indonesia. ''Sekarang saya bisa bahasa Jawa, termasuk geguritan,'' katanya.

Anggota Komisi A DPRD Banyumas, Didik Utomo, menyebut pekan kebudayaan strategis untuk mengader generasi baru yang lekat dengan akar tradisinya.

Apalagi kota lama sudah menjadi aset wisata dan budaya di Kabupaetn Banyumas. ''Saya harap Disparbud tanggap dan ini dijadikan agenda tahunan Pemkab,'' ujarnya. (Sigit Harsanto-66)

[sumber: http://www.suaramerdeka.com/harian/0704/11/ban04.htm]

SEJARAH RUMAH SAKIT UMUM BANYUMAS

SEKILAS RUMAH SAKIT UMUM BANYUMAS

RSUD Banyumas didirikan pada tanggal 1 Januri 1924. Pada waktu berdiri diberi nama “ Burgerziekenhais te Banyumas “, yang lengkapnya bernama “ Juliana Burgerziekenhais “ atau lebih dikenal pada waktu itu sebagai Rumah Sakit Juliana, dengan kapasitas TT 110 buah. Nama tersebut diambil dari nama seorang putra mahkota Ratu Wilhelmina dari Belanda.

Tahun 1935 kota Kabupaten pindah ke Purwokerto, sehingga RS memprihatinkan dan citranya menurun.
Setelah berakhir masa penjajahan Belanda di Indoensia ( 1941 ), maka rumah sakit ini menjadi rumah sakit milik pemerintah pendudukan Jepang dan digantikan namanya menjadi RSU Banyumas sampai dengan tahun 1945.
Tahun 1945 sampai dengan 1947 menjadi rumah sakit milik Pemerintah Daerah Kabupaten Dati II Banyumas. Kemudian diserahkan kepada pemerintah RI pada tahun 1950 dibawah Departemen Kesehatan (Pemerintah Pusat).
Tahun 1953 rumah sakit tersebut diserahkan pengelolaannya pada Pemerintah Daerah Kabupaten Dati II Banyumas.
Mulai tahun 1992 diadakan upaya perbaikan mutu pelayanan yang intensif dengan penerapan Total Quality Management, Gugus Kendali Mutu, Akreditasi dan tahun 2000 mulai mencoba menerapkan model akreditasi dengan standar internasional meng-adopt sistem yang dikembangkan oleh ACHS, Australia yaitu EQuIP (Evaluation Quality Improvement Program) sehingga dapat mencapai berbagai prestasi.
Tahun 1993 RSU Banyumas naik kelas dari Rumah Sakit Kelas D menjadi Kelas C pada tanggal 19 Januari 1993 melalui SK Menkes RI No. /Menkes/SK/I/1993.
Tahun 2000 RSU Banyumas naik kelas dari Rumah Sakit Kelas C menjadi Kelas B Non Pendidikan pada tanggal 28 Juli 2000 dengan SK Menkes RI No. 115/Menkes/SK/VII/2000.
Tahun 2001 RSU Banyumas ditetapkan menjadi RS Kelas B Pendidikan oleh Menteri Kesehatan dengan SK No. 850/Menkes/SK/VIII/2001 tangal 5 Oktober 2001, pengelolaannya masih di bawah kendali Pemerintah Daerah KAbupaten Banyumas dan menjalin ikatan kerjasama dengan Fakultas Kedokteran UGM sehingga menjadi salah satu dari tiga Rumah Sakit Pendidikan Utama FK UGM, selain RSUP dr. Sardjito Yogyakarta dan RSU Soeradji Tirtonegoro Klaten.

DIREKTUR RSU BANYUMAS SEPANJANG MASA

1936 - 1942 : dr. Abdoel Moerod

1942 - 1944 : dr. Tojib

1944 - 1947 : dr. Warsono

1947 - 1959 : dr. M. Hoesen Arifin

1956 - 1957 : dr. R.M. Goembreg

1957 - 1960 : dr. Ari Andre Haspel

1960 - 1962 : dr. Oei Siong Hie

1962 - 1978 : dr. Liem Ing Hien

1978 - 1987 : dr. R. Soepangat

1987 - 1988 : dr. Triwibowo Soedjas, Sp. A. (Ymt.)
(Agst. 1987 - Maret 1988)

1988 - 1992 : dr. HM. Mambodyanto SP.
(April 1988 - Sept. 1992)

1992 - 2001 : dr. H. Sutoto, MMR.
(Okt. 1992 - Okt. 2001)

2001 - sekarang : dr. Hartono, Sp. A.
(Nop. 2001 - sekarang)

Saturday, January 5, 2008

Batik Banyumasan

Batik Banyumasan

Banyumas-Ratusan plat atau cap jonas batik Banyumasan berbagai corak, berserakan di sebuah gudang tua berukuran 4 meter x 4 meter. Plat batik itu tampak tak terawat. Relief plat semakin dekil tertutup debu, seolah memberi isyarat corak/motif batik Banyumasan akan hilang. Dari 220 plat, sepuluh di antaranya terbuat dari timah yang belum sempat dipakai karena usaha batik Banyumasan keburu bangkrut.

Nasib plat batik itu tak berbeda dengan pemiliknya, Haji Munarsi (65), warga Desa Sokaraja Lor, Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas Jawa Tengah yang pernah menjadi salah satu sentra perajin batik Banyumasan. Ia tak berdaya menghadapi perkembangan zaman, seperti halnya kehidupan industri batik di daerah ini yang kian pudar.

Industri kerajinan rakyat, batik Banyumasan pernah mencapai masa jaya. Sekitar tahun 1965-1970-an di Banyumas terdapat 105 pengusaha dan perajin batik. Usaha ini pernah menyerap 5.000 - 6.000 pengobeng atau tenaga kerja pembatik. Selain Sokaraja, sentra kerajinan batik Banyumasan ada di Kota Kecamatan Banyumas dan Purwokerto.

Dalam waktu sekitar 25 tahun, kerajinan batik Banyumasan nyaris punah. Tak ada lagi sentra kerajinan batik, meski masih ada produk batik tertentu yang menunjukkan keberadaannya. Setidaknya masih ada yang peduli di tengah persaingan dengan batik cap (printing) yang lebih inovatif, dari segi corak, motif, bahan baku yang tak sekadar kain mori, proses pembuatan, sampai tata warna. Sepuluh tahun silam, masih tercatat 24 pengusaha/perajin mencoba bertahan memproduksi batik Banyumasan.

DI Purwokerto, dari puluhan pengusaha/perajin batik, tinggal empat orang yang mencoba eksis guna memenuhi permintaan pembeli tradisional. Di Sokaraja, dari 65 pengusaha batik tinggal delapan perajin yang bertahan dengan batik jonas. Sedang di Kota Banyumas yang tahun 1970 an terkenal dengan produk batik Banyumasan Kosiankay, tinggal 12 perajin mampu bertahan hidup.

Sejak dekade 1990-an, dunia perbatikan Ba-nyumasan sudah bisa disebut habis. Dari puluhan, bahkan ratusan, perajin hanya tinggal 15 pengusaha kecil atau perajin yang mampu bertahan. Sekitar 85 persen gulung tikar. Kini di Purwokerto hanya dua pengusaha yang bertahan. Demikian pula di Kota Banyumas tinggal empat pengusaha dan di Sokaraja masih sembilan pengusaha yang masih bertahan untuk melestarikan batik Banyumasan.

"Saat ini saya sudah mulai ancang-ancang untuk banting stir. Kalau bisa akan alih usaha, " ujar Haji Munarsi yang mengesankan mulai putus asa menghadapi kenyataan pahit ini. "Sayang memang, kalau meninggalkan begitu saja usaha yang pernah membuat terkenal. Tapi, ya, apa boleh buat".

Merintis usaha batik sejak tahun 1950-an dengan modal Rp 100, pengusaha dengan anak tujuh ini pernah berjaya. Usahanya berkembang dan mampu memperkerjakan 120 tenaga kerja. Itu terjadi terutama sejak batiknya bisa menembus pasar Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan beberapa kota besar di Sumatera serta Kalimantan.

Bahkan batiknya mampu bersaing di pusat batik Yogyakarta atau Solo. Setiap minggu, puluhan kodi batik berbagai corak dan kualitas terserap ke berbagai kota besar. Pemasaran batik tulis Banyumasan, menurut Munarsi, pada waktu itu tak pernah kesulitan. Pesanan datang jauh sebelum batik selesai diproses.

Semua itu ceritera masa lalu. Dalam beberapa tahun mendatang, batik Banyumasan akan tinggal kenangan. Bahkan, jika tak waspada, kenangan itu bisa pupus karena ulah mereka yang tak bertanggung jawab.

Tiga bulan lalu misalnya, empat lembar kain batik asli Banyumasan (jonas) berusia puluhan tahun, raib dari tempat penyimpanan di Gedung Persatuan Batik Indonesia (Perbain) Banyumasan, Sokaraja. Sejak itu, Perbain Banyumas tidak lagi memiliki kain batik jonas kebanggaan masyarakat Banyumas. Padahal batik itu sering dijadikan bahan penelitian oleh pemerhati batik Indonesia maupun mancanegara.


Dari segi kualitas, batik Banyumasan tidak kalah dibanding batik Yogya atau Solo misalnya, kalau tidak boleh disebut lebih unggul. "Berbeda dengan batik Solo atau Yogya, bagian dalam maupun luar batik Banyumas sama. Proses pembuatan maupun pewarnaannya lebih lama," ujar Ny Djawahir.


Kini, batik Banyumasan yang sangat dominan dengan warna hitam, cokelat tua dan kuning keemasan dan seolah punya daya magis, mulai kurang disukai generasi muda. Pemasaran jonas, kini tinggal tergantung penggemar tradisional yang makin lama makin berkurang. "Jangankan menjadi pembatik, anak muda memakainya saja tak suka," ujar Ny Djawahir, warga Sokaraja yang kini masih menerima pesanan batik Banyumasan.

Selain pemasaran yang mulai seret, tenaga pembatik juga mulai jarang. Ini disebabkan upah membatik yang sangat rendah. Oleh sebab itu, kaum wanita muda usia di Banyumas, lebih memilih jadi TKI di mancanegara dibanding ngobeng pada perusahaan batik. Kaum pria menganggur atau menunggu kiriman istri dari rantau.


Upah membatik memang relatif rendah. Menurut Ny Djawahir, satu set batik sarimbit (terdiri dari bahan kain, baju, dan selendang) seharga Rp 300.000, ongkos membatik, pewarnaan sampai jadi, hanya Rp 30.000 sampai Rp 40.000.

Untuk batik biasa, mulai dari proses membatik, pewarnaan (menyoga), mengerok, mbabar hingga menjadi kain, menurut H Munarsi ongkosnya Rp 7.000 - Rp 8.000. Sedang upah pekerja (pembatik) untuk batik tulis berkisar Rp 900 - Rp 1.200/lembar. Bahkan, upah pekerja batik cap lebih rendah. Upah dibayar sesuai tingkat kesulitan dan motif batik.

Oleh sebab itu, bisa dihitung upah yang diperoleh pembatik sehari jika satu set batik sarimbit misalnya, dikerjakan satu - dua minggu. Meski pekerjaan itu dilakukan sebagai sambilan, secara ekonomis kerja itu tidak menarik lagi.

"Karena itu, kalaupun banyak yang berminat, kami tidak mungkin bisa memenuhi permintaan. Lihat saja ini, sudah beberapa minggu belum bisa diselesaikan," ungkap Ny Djawahir.

Kalau kini ada yang masih mau membatik, itu tak lebih karena hubungan yang telah lama terjalin dengan pengusaha. Hubungan pengobeng dengan pengusaha lebih bersifat kekeluargaan, seolah membatik untuk digunakan oleh pengusaha. Itu pun hasilnya tak sebagus dulu, karena pengobeng sudah enggan bersusah payah mengerjakan motif Banyumasan yang rumit.

selain itu, penyebab merosotnya batik tradisional, menurut pemerhati batik Banyumasan dari Unsoed (Universitas Soedirman) Purwokerto, Prof Teguh Djiwanto, antara lain karena perusahaan batik di Banyumas umumnya perusahaan keluarga. Karena itu, ungkap Guru Besar Fakultas Ekonomi Unsoed itu, mereka sangat lemah dalam permodalan maupun organisasi.

Hampir 80 persen perusahaan batik di Banyumas dikembangkan dan dikelola turun-temurun (warisan). Dalam pengertian lain mereka hanya sekadar meneruskan usaha yang dirintis orangtuanya. Bukan karena keinginan atau inisiatif sendiri.

Persaingan dengan batik printing yang mulai diintrodusir sejak tahun 1970-an juga menjadi penyebab menurunnya batik Banyumasan. Padahal, motif batik Banyumasan tergolong kaya. Menurut catatan Prof Teguh Djiwanto, terdapat 110 motif atau corak batik Banyumasan, dan 43 di antaranya adalah motif yang sangat disukai.

Karena itu, harapan satu-satunya untuk memulihkan kejayaan batik Banyumasan terpulang pada orang Banyumas. Barangkali ungkapan Serulingmas yang dikumandangkan tokoh Banyumas di Jakarta beberapa tahun lalu, bisa dijadikan gebrakan. Dengan semangat Serulingmas yang artinya seruan "eling Banyumas", semua warga Banyumas bertekad ikut mengembangkan kembali batik Banyumasan. (nts/dth)

Sumber: Kompas 7 Januari 1997

BAHASA DAN BUDAYA BANYUMASAN

Bahasa dan Sastra - Di daerah Banyumasan berkembang bahasa jawa dialek Banyumasan. Banyak kalangan berpendapat bahwa bahasa Banyumasan adalah bahasa yang lebih tua dari pada bahasa jawa yang berkembang saat ini. Bahasa Banyumas memiliki spesifikasi berupa penggunaan vokal dan konsonan pada akhir kata yang diucapkan dengan jelas. Misalnya : tiba, sega, mangga, jeruk, manuk, kepadhuk, dan lain-lain. Pengucapan vokal dan konsonan seperti ini mirip dengan pola pengucapan pada bahasa Jawa Kuna, misalnya : "tan ana dharma mangrwa ". Dilihat dari kosa kata, bahasa Banyumasan memiliki kosa kata yang dekat dengan bahasa Kawi, misalnya : inyong mirip dengan ingong, rika sama dengan rika.

Upacara Adat - Di daerah Banyumas terdapat berbagai bentuk upacara tradisi-onal yang unik dan khas berkaitan dengan sistem kepercayaan dan pandangan hidup masyarakatnya, antara lain:

Upacara Tradisional Unggah-unggahan, yaitu upacara selamatan yang dilaksanakan pada setiap hari jumat kliwon pada bulan Ruwah bertempat Makam Bonokeling, Desa Pekuncen, kecamatan Jatilawang. Upacara ini dilakukan oleh anak keturunannya dan masyarakat sekitar.
Upacara Tradisional Udhun-udhunan, yaitu upacara selamatan yang dilaksanakan pada setiap bulan Syawal di Makam Bonokeling, Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang. Upacara ini dilakukan oleh anak keturunannya dan masyarakat sekitar.
Penjamasan Pusaka atau Jimat. Upacara penjamasan pusaka/jimat dilaksanakan di tiga daerah: (i) Desa Kalisasak Kecamatan Kebasen, upacara ini didahului dengan keluarnya Pusaka/Jimat peninggalan Amangkurat II (Raja Mataram) dari tempan penyimpanan oleh juru kunci dan ditempatkan di mimbar khusus tempat penjamasan. Proses penjamasan untuk senjata tajam dilakukan dengan cara digosok-gosok berulang-ulang dengan menggunakan ramuan jeruk nipis, katul (dedak) dan bubuk warangan. Untuk yang bukan senjata tajam dilakukan dilakukan dengan pengasapan kemenyan. (ii) Kalibening Desa Dawuhan Kecamatan Banyumas. Untuk Kalibening, pusaka/jimat setelah dikeluarkan dari tempat penyimpanan kemudian dikirab menuju sumur pesucen di komplek Makam mBah Kalibening. proses penjamasan pusaka/jimat dijamas dengan air yang diambil dari sumur pesucen.
(iii) Desa Gambarsari Kecamatan Kebasen. Prosesi sama dengan di Desa Kalisasak.

Upacara Tradisional Jaro Rojab. Upacara penggantian jaro (pagar) lama yang ada di kompleks Masjid Saka Tunggal Cikakak Wangon, dilakukan prosesi pembuatan pager jaro yang mengelilingi seluruh kompleks masjid, dilaksanakan setiap tanggal 27 Rajab dalam hitungan aboge, mundur satu hari dari hitungan tahun Hijriyah.
Bambu dibawa secara sukarela oleh penduduk setempat kemudian dibuat bahan jaro (pagar) dan sebelum dipasang dicuci dengan air sungai yang ada di sekitar kompleks makam.


Suran atau Sedekah Bumi, Hampir semua masyarakat Banyumas mengenal upacara Suran. Yaitu upacara tradisional sedekah bumi yang ditujukan untuk tujuan Tolak Bala dengan cara bermacam-macam seperti ruwat bumi, upacara selamatan dimakam leluhur & lain-lain.
Upacara ini dilaksanakan pada Bulan Syura biasanya didahului dengan prosesi kirap hasil bumi berupa ketela pohon, padi, jagung, dll. Dilengkapi pula dengan tumpeng Panca Warna , Sanggabuana, Robyong dan Kuat, setelah tumpeng dikepung (makan bersama). Dilaksanakan di Desa Ketenger Baturraden. Untuk Daerah Sokaraja ada tambahan tumpeng uceng.


Sadranan, sebagaimana Suran hampir semua masyarakat Banyumas mengenal Sadranan, yaitu prosesi bersih kuburan yang dilanjutkan dengan kenduren. Sadranan adalah suatu bentuk upacara mengenang arwah leluhur dengan cara membersihkan makamnya menjelang pelaksanaan pelaksanaan puasa di Bulan Ramadhan.

Pakaian Adat - Banyumas memiliki pakaian tradisional yang sangat khas. Pada kalangan wong cilik di jumpai pakaian seperti lancingan, bebed wala, pinjungan, iketan, nempean dan lain-lain. Adapun pada kalangan priyayi dijumpai pakaian Beskap untuk kamu Pria sedangkan Nyamping untuk kaum Wanita. Apabila pakaian Adat ini diberdayakan secara maksimal untuk kepentingan wisata niscaya akan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.

Logat Banyumasan

Logat Banyumasan

Logat Banyumasan ditengarai sebagai logat bahasa jawa yang tertua. Hal ini ditandai dengan beberapa kata dalam Bahasa kawi/sanksekerta yang merupakan nenek moyang dari bahasa jawa yang masih dipakai dalam logat Banyumasan seperti kata rika (jw = kowé, ind = kamu), juga kata inyong yang berasal dari ingong serta pengucapan vokal a yang utuh tidak seperti å (baca a tipis / miring) yang menjadi pengucapan dialek Banyumasan seperti halnya bahasa sanksekerta. Sebelum terkena pengaruh dari keraton/kerajaan, bahasa jawa hampir tidak ada perbedaan antara krama inggil dan ngoko. Setelah masa kerajaan-kerajaan jawa, maka bahasa jawa mengalami penghalusan, yaitu bahasa yang dipakai oleh rakyat biasa dan yang dipakai oleh keluarga kerajaan dibedakan pengucapannya walaupun maknanya sama.

Bahasa Banyumasan mempunyai ciri khas sendiri yaitu berupa pengucapan pada vokal a yang diucapkan utuh bukan å (baca a tipis) seperti yang kebanyakan logat bahasa jawa. Logat ini mempunyai penekanan huruf-huruf dengan lebih jelas atau lebih tebal, seperti huruf k diakhir kata dibaca mendekati bunyi g, huruf p mendekati b,akhiran ki menjadi ti dan huruf l yang pengucapannya tebal, juga ada beberapa partikel tambahan yang bisa dijadikan ciri logat banyumasan seperti lah, yuh, la, thok, baén, géh, gyéh, baé, tuli, teli, acan dll.

Bahasa logat Banyumasan lebih banyak dipakai pada penggunaan sehari-hari (bahasa pegaulan) oleh khalayak umum, teman akrab, sesama anak-anak, tetapi untuk bahasa pergaulan dengan orang tua atau bahasa krama inggil, tidak berbeda jauh dengan krama inggil pada umumnya.

Wilayah pemakai bahasa banyumasan meliputi sebagian besar eks karisidenan banyumas (Banyumas, Purbalingga, Cilacap, Banjarnegara, Purwokerto) dan beberapa daerah yang berbatasan dengan wilayah Banyumas seperti Kebumen, Wonosobo, Pemalang, Bumiayu, Pangandaran. Pada beberapa wilayah logat banyumas juga mengalami beberapa dialek seperti dialek Tegal yang lebih ke gaya pesisir, dialek Cirebonan yang merupakan bahasa banyumasan yang bercampur/terpengaruh dengan bahasa sunda.
Image and video hosting by TinyPic
Beberapa contoh kata-kata logat banyumasan yang unik dan khas
Banyumasan

















































































































































































































Banyumasan

Jawa


Indonesia



Sarap,
Nyarap
Mangan,
Sarapan
Makan
Pagi, sarapan
Madhang  Mangan  Makan
siang
Nyoré  Mangan bengi Makan
Malam
Kencot Ngelih,
luwé 
Lapar 
Rika,
Ko 
Sampeyan,
Kowé 
Kamu 
Nyong,
Inyong, Enyong 
Aku  Aku, Saya 
baén,
baé 
waé, aé  aja, saja 
kepriwén,
keprimén 
piyé,
kepriwé 
gimana,
bagaimana 
sekang  seko, teko  dari 
kiyé iki ini
kuwé  iku,  itu 
égin,
mégin, igun 
esih, isih  masih 
gigal  tiba, ceblok  jatuh (untuk
benda) 
téyéng iso, bisa bisa
dhisit,
dhingin, giri,
dhisik dulu
dhimin,
gimin
dhisik dulu
maén apik,
sip
baik, bagus
acan babar blas (belum)
sama sekali
entong enték habis
katisen kadhemen kedinginan
semriwing isis sejuk, angin semilir
gasik pagi, cepet lebih pagi/cepat
gethak,
geplak
jithak,
keplak
jithak
lebuh bledug debu
munthul téla ketela
rambat
cengis lombok
rawit
cabe
rawit
gandhul katés pepaya
nyigit
(mangan cengis)
??? makan
cabe rawit mentah
ngajog getun menyesal
bebeh aras-arasen males
jimot,
jiyot 
jupuk ambil 
nclekamin
pisan !
enak
banget, nikmat banget, sip banget !
mboké,
biyung
si
mbok,
ibu
mbekayu mbakyu,
mba
kakak
perempuan






Lainnya
Kamus Dialek Banyumas-Indonesia
Kamus Banyumas Online

Kesenian Tradisional Banyumasan

Kesenian Tradisional Banyumasan

Seni dan Budaya khas Banyumasan tumbuh dan berkembang seusia dengan peradaban Jawa Kuna.

Budaya Banyumasan juga diperkaya dengan masuknya gaya budaya Mataram (Yogya-Solo) dan Sunda (Pasundan/Priangan). Dari budaya Banyumasan ini lahir bentuk-bentuk kesenian tradisional yang juga berkarakter Banyumasan seperti ebeg, lengger-calung, angguk, wayang kulit gagrak Banyumasan, gendhing Banyumasan, begalan dan lain-lain. Sedangkan di wilayah yang berbatasan langsung dengan daerah Jawa Barat lebih memiliki gaya budaya Pasundan seperti kesenian sisingaan, gendang rampak, rengkong, calung dan lain-lain.

[sunting] Ebeg

Ebeg' adalah jenis tarian rakyat yang berkembang di wilayah Banyumasan. Varian lain dari jenis kesenian ini di daerah lain dikenal dengan nama kuda lumping atau jaran kepang, ada juga yang menamakannya jathilan (Yogyakarta) juga reog (Jawa Timur). Tarian ini menggunakan “ebeg” yaitu anyaman bambu yang dibentuk menyerupai kuda berwarna hitam atau putih dan diberi kerincingan. Penarinya mengenakan celana panjang dilapisi kain batik sebatas lutut dan berkacamata hitam, mengenakan mahkota dan sumping ditelinganya. Pada kedua pergelangan tangan dan kaki dipasangi gelang-gelang kerincingan sehingga gerakan tangan dan kaki penari ebeg selalu dibarengi dengan bunyi kerincingan. Jumlah penari ebeg 8 oarang atau lebih, dua orang berperan sebagai penthul-tembem, seorang berperan sebagai pemimpin atau dalang, 7 orang lagi sebagai penabuh gamelan, jadi satu grup ebeg bisa beranggotakan 16 orang atau lebih. Semua penari menggunakan alat bantu ebeg sedangkan penthul-tembem memakai topeng. Tarian ebeg termasuk jenis tari massal, pertunjukannya memerlukan tempat pagelaran yang cukup luas seperti lapangan atau pelataran/halaman rumah yang cukup luas. Waktu pertunjukan umumnya siang hari dengan durasi antara 1 – 4 jam. Peralatan untuk Gendhing pengiring yang dipergunakan antara lain kendang, saron, kenong, gong dan terompet. Selain peralatan Gendhing dan tari, ada juga ubarampe (sesaji) yang mesti disediakan berupa : bunga-bungaan, pisang raja dan pisang mas, kelapa muda (dewegan),jajanan pasar,dll. Untuk mengiringi tarian ini selalu digunakan lagu-lagu irama Banyumasan seperti ricik-ricik, gudril, blendrong, lung gadung,( crebonan), dan lain-lain. Yang unik, disaat pagelaran, saat trans (kerasukan/mendem) para pemainnya biasa memakan pecahan kaca (beling) atau barang tajam lainnya, mengupas kelapa dengan gigi, makan padi dari tangkainya, dhedek (katul), bara api, dll. sehingga menunjukkan kekuatannya Satria, demikian pula pemain yang manaiki kuda kepang menggambarkan kegagahan prajurit berkuda dengan segala atraksinya. Biasanya dalam pertunjukan ebeg dilengkapi dengan atraksi barongan, penthul dan cepet. Dalam pertunjukannya, ebeg diiringi oleh gamelan yang lazim disebut bendhe.

[sunting] Laisan

Laisan adalah jenis kesenian yang melekat pada kesenian ebeg. Laisan dilakukan oleh seorang pemain pria yang sedang mendem, badannya ditindih dengan lesung terus dimasukkan ke dalam kurungan, biasanya kurungan ayam, di dalam kurungan itulah Laisan berdandan seperti wanita. Setelah terlebih dulu dimantra-mantara, kurunganpun dibuka, dan munculah pria tersebut dengan mengenakan pakaian wanita lengkap. Laisan muncul di tengah pertunjukan ebeg. Pada pertunjukan ebeg komersial, salah seorang pemain biasanya melakukan thole-thole yaitu menari berkeliling arena sambil membawa tampah untuk mendapatkan sumbangan. Laisan juga dikenal di wilayah lain (wetan) dan mereka biasa menyebutnya Sintren.

Lengger-Calung

Kesenian tradisional lengger-calung tumbuh dan berkembang diwilayah ini. Sesuai namanya, tarian lengger-calung terdiri dari lengger (penari) dan calung (gamelan bambu), gerakan tariannya sangat dinamis dan lincah mengikuti irama calung. Diantara gerakan khas tarian lengger antara lain gerakan geyol, gedheg dan lempar sampur.
Tari Lengger
Image and video hosting by TinyPic
Tari Lengger

Dulu penari lengger adalah pria yang berdandan seperti wanita, kini penarinya umumnya wanita cantik sedangkan penari prianya hanyalah sebagai badut pelengkap yang berfungsi untuk memeriahkan suasana, badut biasanya hadir pada pertengahan pertunjukan. Jumlah penari lengger antara 2 sampai 4 orang, mereka harus berdandan sedemikian rupa sehingga kelihatan sangat menarik, rambut kepala disanggul, leher sampai dada bagian atas biasanya terbuka, sampur atau selendang biasanya dikalungkan dibahu, mengenakan kain/jarit dan stagen. Lengger menari mengikuti irama khas Banyumasan yang lincah dan dinamis dengan didominasi oleh gerakan pinggul sehingga terlihat sangat menggemaskan. Peralatan gamelan calung terdiri dari gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong dan gong yang semuanya terbuat dari bambu wulung (hitam), sedangkan kendang atau gendang sama seperti gendang biasa. Dalam penyajiannya calung diiringi vokalis yang lebih dikenal sebagai sinden. Satu grup calung minimal memerlukan 7 orang anggota terdiri dari penabuh gamelan dan penari/lengger.

Angguk

Tarian jenis ini sudah ada sejak abad ke 17 dibawa para mubalig penyebar agama Islam yang datang dari wilayah Mataram-Bagelen. Tarian ini disebut angguk karena penarinya sering memainkan gerakan mengangguk-anggukan kepala. Kesenian angguk yang bercorak Islam ini mulanya berfungsi sebagai salah satu alat untuk menyiarkan agama Islam. Sayangnya jenis kesenian ini sekarang semakin jarang dipentaskan. Angguk dimainkan sedikitnya oleh 10 orang penari anak laki-laki berusia sekitar 12 tahun. Pakaian para penari umumnya berwarna hitam lengan panjang dengan garis-garis merah dan kuning di bagian dada/punggung sebagai hiasan. Celana panjang sampai lutut dengan hiasan garis merah pula, mengenakan kaos kaki panjang sebatas lutut tanpa sepatu, serta memakai topi pet berwarna hitam. Perangkat musiknya terdiri dari kendang, bedug, tambur, kencreng, 2 rebana, terbang (rebana besar) dan angklung. Syair lagu-lagu tari angguk diambil dari kitab Barzanji sehingga syair-syair angguk pada awalnya memang menggunakan bahasa Arab tetapi akhir-akhir ini gerak tari dan syairnya mulai dimodifikasi dengan menyisipkan gerak tari serta bahasa khas Banyumasan tanpa merobah corak aslinya. Bentuk lain dari kesenian angguk adalah “aplang”, bedanya bila angguk dimainkan oleh remaja pria maka “aplang” atau “daeng” dimainkan oleh remaja putri.

[sunting] Wayang Kulit Gagrag Banyumasan

Sebagaimana masyarakat Jawa pada umunya, masyarakat Banyumasan juga gemar menonton pertunjukan wayang kulit. Pertunjukan wayang kulit di wilayah Banyumas lebih cenderung mengikuti pedalangan “gagrag” atau gaya pedalangan khas Banyumasan. Seni pedalangan gagrag Banyumasan sebenarnya mirip gaya Yogya-Solo bercampur Kedu baik dalam hal cerita, suluk maupun sabetannya, bahasa yang dipergunakanpun tetap mengikuti bahasa pedalangan layaknya, hanya bahasa para punakawan diucapkan dengan bahasa Banyumasan. Nama-nama tokoh wayang umumnya sama, hanya beberapa nama tokoh yang berbeda seperti Bagong (Solo) menjadi Bawor atau Carub. Menurut model Yogya-Solo, Bagong merupakan putra bungsu Ki Semar, dalam versi Banyumas menjadi anak tertua. Tokoh Bawor adalah maskotnya masyarakat Banyumas.

Ciri utama dari wayang kulit gagrag Banyumasan adalah nafas kerakyatannya yang begitu kental dan Ki Dalang memang berupaya menampilkan realitas dinamika kehidupan yang ada di masyarakat. Tokoh pedalangan untuk Wayang Kulit Gagrag Banyumasan yang terkenal saat ini antara lain Ki Sugito Purbacarito, Ki Sugino Siswacarito, Ki Suwarjono dan lain-lain.

Gending Banyumasan

Gending khas lagu-lagu Banyumasan sangat mewarnai berbagai kesenian tradisional Banyumasan, bahkan dapat dikatakan menjadi ciri khasnya, apalagi dengan berbagai hasil kreasi barunya yang mampu menampilkan irama Banyumasan serta dialek Banyumasan. Ciri-ciri khas lainnya antara lain mengandung parikan yaitu semacam pantun berisi sindiran jenaka, iramanya yang lebih dinamis dibanding irama Yogya-Solo bahkan lebih mendekati irama Sunda. Isi-isi syairnya umumnya mengandung nasihat, humor, menggambarkan keadaan daerah Banyumas serta berisi kritik-kritik sosial kemasyarakatan. Lagu-lagu gending Banyumasan dapat dimainkan dengan gamelan biasa maupun gamelan calung bambu. Seperti irama gending Jawa pada umumnya, irama gending Banyumasan mengenal juga laras slendro dan pelog.

[sunting] Begalan

Begalan adalah jenis kesenian yang biasanya dipentaskan dalam rangkaian upacara perkawinan yaitu saat calon pengantin pria beserta rombongannya memasuki pelataran rumah pengantin wanita. Disebut begalan karena atraksi ini mirip perampokan yang dalam bahasa Jawa disebut begal. Yang menarik adalah dialog-dialog antara yang dibegal dengan sipembegal biasanya berisi kritikan dan petuah bagi calon pengantin dan disampaikan dengan gaya yang jenaka penuh humor. Upacara ini diadakan apabila mempelai laki-laki merupakan putra sulung. Begalan merupakan kombinasi antara seni tari dan seni tutur atau seni lawak dengan iringan gending. Sebagai layaknya tari klasik, gerak tarinya tak begitu terikat pada patokan tertentu yang penting gerak tarinya selaras dengan irama gending. Jumlah penari 2 orang, seorang bertindak sebagai pembawa barang-barang (peralatan dapur), seorang lagi bertindak sebagai pembegal/perampok. Barang-barang yang dibawa antara lain ilir, ian, cething, kukusan, saringan ampas, tampah, sorokan, centhong, siwur, irus, kendhil dan wangkring. Barang bawaan ini biasa disebut brenong kepang. Pembegal biasanya membawa pedang kayu. Kostum pemain cukup sederhana, umumnya mereka mengenakan busana Jawa. Dialog yang disampaikan kedua pemain berupa bahasa lambang yang diterjemahkan dari nama-nama jenis barang yang dibawa, contohnya ilir yaitu kipas anyaman bambu diartikan sebagai peringatan bagi suami-isteri untuk membedakan baik buruk. Centhing, tempat nasi artinya bahwa hidup itu memerlukan wadah yang memiliki tatanan tertentu jadi tidak boleh berbuat semau-maunya sendiri. Kukusan adalah alat memasak atau menanak nasi, ini melambangkan bahwa setelah berumah tangga cara berpikirnya harus masak/matang. Selain menikmati kebolehan atraksi tari begalan dan irama gending, penonton juga disuguhi dialog-dialog menarik yang penuh humor. Biasanya usai pertunjukan, barang-barang yang dipikul diperebutkan para penonton. Sayangnya pertunjukan begalan ini tidak boleh dipentaskan terlalu lama karena masih termasuk dalam rangkaian panjang upacara pengantin.

[sunting] Rengkong

Rengkong adalah kesenian yang menyajikan bunyi-bunyian khas bagai suara kodok mengorek secara serempak yang dihasilkan dari permainan pikulan bambu. Pikulan bambu tersebut berukuran besar dan kuat tetapi ringan karena dibuat dari bambu yang sudah cukup tua, biasanya menggunakan bambu tali dengan panjang sekitar 2,6 meter. Pada kedua ujung bambu dibuat lobang persegi panjang selebar 1 cm, sekeliling bambu melintasi lobang tersebut diraut sekedar tempat bertengger tali penggantung ikatan padi. Dua ikat padi seberat ± 15 kg digayutkan dengan tali ijuk mengalungi sonari (badan rengkong bambu di tempat yang diraut). Di tengah masing-masing ikatan padi ada sunduk (tusuk) bambu sepanjang hampir 2 meter. Ujung atas sunduk bambu dimasukkan ke badan bambu rengkong dekat gantungan tali ijuk. Cara memainkannya, pikulan bambu rengkong yang berisi muatan padi diletakkan pada bahu kanan (dipikul). Pemikul mengayun-ayunkan ke kiri dan ke kanan dengan mantap dan teratur. Tali ijuk dengan beban padi yang menggantung pada badan bambu rengkong pun bergerak-gerak, gesekan tali ijuk yang keras inilah yang menimbulkan suara berderit-derit nyaring. Kalau ada beberapa rengkong yang dimainkan serempak maka akan timbul suara yang mengasyikan, khas alam petani, terlebih bila dimainkan dengan berbaris berarak-arakan maka suasananya akan lebih semarak. Kesenian tradisional para petani ini biasanya diadakan pada pesta perayaan panen atau pada hari-hari besar nasional.

[sunting] Kesenian lainnya di Wilayah Banyumasan

Kesenian - kesenian lainnya (termasuk kesenian serapan) yang tumbuh berkembang di wilayah Banyumasan antara lain adalah:

[sunting] Bongkel

Bongkel adalah musik tradisional Banyumasan yang mirip dengan angklung, hanya terdiri dari satu jenis instrumen dengan empat bilah berlaras slendro. Nada-nadanya 2 (ro), 3 (lu), 5 (mo), 6 (nem).

[sunting] Buncis

Buncis adalah perpaduan antara seni musik dengan seni tari yang dimainkan oleh 8 orang pemain. Dalam pertunjukannya diiringi dengan perangkat musik angklung. Para pemain buncis selain menjadi penari juga menjadi pemusik serta vokalis.


[sunting] Aksimuda

Aksimuda adalah kesenian bernafas Islam yang disajikan dalam bentuk atraksi pencak silat yang digabung dengan tari-tarian.

[sunting] Salwatan Jawa

Salawatan Jawa adalah salah satu seni musik bernafaskan Islam dengan perangkat musik berupa trebang jawa. Dalam pertunjukannya kesenian ini menyajikan lagu-lagu yang diambil dari kitab Barzanzi.

[sunting] Cowongan/ Nini Cowong

Cowongan adalah upacara “meminta hujan”. Upacara ini dilakukan bila hujan tidak turun dalam waktu yang sudah cukup lama. Wujud Nini Cowong seperti jaelangkung.


[sunting] Ujungan

Ujungan adalah jenis kesenian yang agak mengerikan karena pemainnya saling sabet-sabetan dengan menggunakan penjalin.

Banyumasan

Banyumasan
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Langsung ke: navigasi, cari
Wilayah Banyumasan Wilayah Banyumasan
Luas wilayah 1.015.000 Ha
Penduduk 10 - 12 juta jiwa
- Kepadatan 1.003/km²
Kabupaten 8
Bahasa Bahasa Banyumasan

Banyumasan atau mBanyumasan adalah : Kesatuan budaya, bahasa dan karakter yang hidup dan berkembang di masyarakat wilayah Banyumasan.

Wilayah Banyumasan adalah sebuah wilayah yang terletak di bagian barat propinsi Jawa Tengah, Indonesia atau wilayah yang mengitari Gunung Slamet dan Sungai Serayu.

Banyumasan sebagai kesatuan budaya adalah : akal budi, pikiran serta hasil kreativitas masyarakat Banyumasan yang tumbuh sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktivitas yang memiliki karakter dan pola-pola tertentu.

Banyumasan sebagai kesatuan bahasa adalah : tuturan/ucapan dengan sistematika tertentu yang digunakan masyarakat Banyumasan untuk mewakili wujud suatu benda, tindakan, gagasan serta keadaan. Secara umum ini sebut sebagai bahasa Banyumasan yang menjadi salah satu identitas masyarakat Banyumasan.

Banyumasan sebagai kesatuan karakter adalah : sikap mental dan nilai-nilai moral yang secara genetis hidup di masyarakat Banyumasan. Karakter Banyumasan sekaligus menjadi identitas masyarakat Banyumasan.

Wilayah Banyumasan secara umum terdiri dari 2 bagian yaitu :

Wilayah utara yang terdiri dari : Brebes, Tegal dan Pemalang, serta

Wilayah selatan yang mencakup Cilacap, Kebumen, Banjarnegara, Purbalingga dan Banyumas.

Hal ini merupakan implikasi dari regionalisasi yang dilakukan pada jaman dahulu. Walaupun terdapat sedikit perbedaan (nuansa) adat istiadat dan logat bahasa tetapi secara umum dapat dikatakan satu warna, sama-sama menggunakan logat bahasa Jawa ngapak-ngapak dan sama-sama berbudaya penginyongan.

Image and video hosting by TinyPic

Sejarah

[sunting] Periode : Akhir Kesultanan Demak hingga Awal Mataram

Pada jaman Kesultanan Demak (1478 - 1546), wilayah Banyumasan terdiri dari beberapa Kadipaten, diantaranya Kadipaten Pasirluhur dengan Adipatinya Banyak Belanak, juga Kadipaten Wirasaba dengan Adipatinya Wargo Utomo I. Luasnya kekuasaan Kesultanan Demak membuat Sultan Trenggono (Sultan Demak ke III) merasa perlu memiliki angkatan perang yang kuat, untuk itu wilayah-wilayah Kesultanan Demak pun dibagi-bagi secara militer menjadi beberapa daerah komando militer. Untuk wilayah Barat, Sultan Trenggono mengangkat Adipati Banyak Belanak sebagai Panglima Komando Wilayah Pertahanan Barat dengan cakupan wilayah meliputi Kerawang sampai gunung Sumbing (Wonosobo). Sebagai salah seorang Panglima Perang Kesultanan Demak, Adipati Pasirluhur dianugrahi gelar Pangeran Senopati Mangkubumi I sedangkan adiknya yang bernama Wirakencana diangkat menjadi Patih.

Setelah Sultan Trenggono wafat, Kesultanan Demak terpecah menjadi 3 bagian, salah satunya adalah Pajang yang diperintah oleh Joko Tingkir dan bergelar Sultan Adiwijaya (1546 – 1587). Pada masa ini, sebagian besar wilayah Banyumasan termasuk dalam kekuasaan Pajang.

Mengikuti kebijakan pendahulunya, Sultan Adiwijaya juga mengangkat Adipati Pasirluhur yang saat itu dijabat Wirakencana, menjadi Senopati Pajang dengan gelar Pangeran Mangkubumi II. Sementara itu Adipati Kadipaten Wirasaba, Wargo Utomo I wafat dan salah seorang putranya bernama R. Joko Kaiman diangkat oleh Sultan Adiwijaya menjadi Adipati Wirasaba dengan gelar Wargo Utomo II, beliau menjadi Adipati Wirasaba ke VII.

Menjelang berakhirnya kejayaan kerajaan Pajang dan mulai berdirinya kerajaan Mataram (1587), Adipati Wargo Utomo II menyerahkan kekuasaan Kadipaten Wirasaba ke saudara-saudaranya, sementara beliau sendiri memilih membentuk Kadipaten baru dengan nama Kadipaten Banyumas dan beliau menjadi Adipati pertama dengan gelar Adipati Marapat.

Selanjutnya, Kadipaten Banyumas inilah yang berkembang pesat, telebih setelah pusat Kadipatennya dipindahkan ke Sudagaran - Banyumas, pengaruh kekuasaannya menyebabkan Kadipaten-Kadipaten lainnya semakin mengecil. Seiring dengan berkembangnya Kerajaan Mataram, Kadipaten-Kadipaten di wilayah Banyumasan pun tunduk pada kekuasaan Mataram.

Kekuasaan Mataram atas Kadipaten-Kadipaten di wilayah Banyumasan tidak secara otomatis memasukkan wilayah Banyumasan ke dalam “lingkar dalam” kekuasaan Mataram sehingga Kadipaten-Kadipaten di wilayah Banyumasan tersebut masih memiliki otonomi dan penduduk Mataram pun menyebut wilayah Banyumasan sebagai wilayah Mancanegara Kulon.

[sunting] Awal Pembentukan Karesidenan & Kabupaten-Kabupaten

Sebelum Belanda masuk, wilayah Banyumasan disebut sebagai daerah Mancanegara Kulon dengan rentang wilayah meliputi antara Bagelen (Purworejo) sampai Majenang (Cilacap). Disebut Mancanegara Kulon karena pusat pemerintahan waktu itu memang berada di wilayah Surakarta atau wilayah wetan.

Terhitung sejak tanggal 22 Juni 1830, daerah Mancanegara Kulon ini secara politis masuk di bawah kontrol pemerintah kolonial Belanda, itulah awal penjajahan Belanda, sekaligus akhir dari pendudukan kerajaan Mataram atas bumi Banyumasan. Selanjutnya para Adipati di wilayah Banyumasan pun tidak lagi tunduk pada Raja Mataram, mereka selanjutnya dipilih dan diangkat oleh Gubernur Jenderal dan dipilih dari kalangan penduduk pribumi, umumnya putera atau kerabat dekat Adipati terakhir.

[sunting] Karesidenan Banyumas

Pemerintahan di wilayah Banyumasan diatur berdasarkan Konstitusi Nederland yang pada pasal 62 ayat 2 disebutkan bahwa pemerintahan umum di Hindia Belanda (Indonesia) dilakukan oleh Gubernur Jenderal atas nama kerajaan Belanda. Gubernur Jenderal adalah kepala eksekutif yang berhak mengangkat serta memberhentikan para pejabat di Hindia Belanda, termasuk para Adipatinya. Saat itu yang menjadi Gubernur Jenderal adalah Johannes Graaf van den Bosch (16 Januari 1830 – 2 Juli 1833).

Upaya untuk mengontrol para Adipati ini sebenarnya agar Belanda mudah melakukan mobilisasi rakyat untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan milik Belanda yang lebih dikenal dengan tanam paksa. Persiapan pembentukan pemerintahan kolonial Belanda di wilayah Banyumasan dilakukan oleh Residen Pekalongan bernama Hallewijn. Hallewijn tiba di wilayah Banyumasan pada 13 Juni 1830 dengan tugas utama mempersiapkan penyelenggaraan pemerintahan sipil di wilayah Banyumasan. Dia dibantu antara lain oleh Vitalis sebagai administrator juga Kapiten Tak sebagai komandan pasukan.

Tanggal 20 September 1830, Hallewijn memberikan laporan umum hasil kerjanya kepada Komisaris Kerajaan yaitu Jenderal De Kock di Sokaraja, diantara isi laporan tersebut adalah tentang cakupan wilayah Banyumasan yang meliputi (dari timur) : Kebumen, Banjar (Banjarnegara), Panjer, Ayah, Prabalingga (Purbalingga), Banyumas, Kroya, Adireja, Patikraja, Purwakerta (Purwokerto), Ajibarang, Karangpucung, Sidareja, Majenang sampai ke Daiyoe-loehoer (Dayeuhluhur), termasuk juga di dalamnya tanah-tanah Perdikan (daerah Istimewa) seperti Donan dan Kapungloo. Pada pertemuan di Sokaraja itulah akhirnya diresmikan berdirinya Karesidenan Banyumas yang meliputi sebagian besar wilayah mancanegara kulon, selanjutnya tanggal 1 November 1830 de Sturler dilantik sebagai Residen Banyumas pertama.

Pada tanggal 18 Desember 1830 melalui Beslit Gubernur Jenderal J.G. van den Bosch, Karesidenan Banyumas diperluas dengan dimasukkannya Distrik Karangkobar (Banjarnegara), pulau Nusakambangan, Madura (sebelumnya termasuk wilayah Cirebon) dan Karangsari (sebelumnya termasuk wilayah Tegal).

[sunting] Awal Pembentukan Kabupaten-Kabupaten

Untuk mengefektifkan jalannya pemerintahan, pemerintah kolonial Belanda pada tanggal 22 Agustus 1831 membentuk 4 Regentschap (Kabupaten) di wilayah Karesidenan Banyumas yaitu, Kabupaten Banyumas, Ajibarang, Daiyoe-loehoer dan Prabalingga yang masing-masing dipimpin oleh seorang Bupati pribumi. Selain itu Residen de Sturler juga melakukan perubahan ejaan nama dan pembentukan struktur Afdeling yang berfungsi sebagai Asisten Residen di masing-masing Kabupaten.

Di antara yang mengalami perubahan nama adalah Prabalingga menjadi Poerbalingga, Daiyoe-Loehoer menjadi Dayoehloehoer dan Banjar menjadi Banjarnegara, selanjutnya wilayah Banjarnegara diperluas dengan memasukkan Distrik Karangkobar, statusnyapun ditingkatkan menjadi sebuah Kabupaten.

Pembentukan Afdeling meliputi, Kabupaten Dayoehloehoer dan Kabupaten Ajibarang menjadi satu Afdeling yaitu Afdeling Ajibarang dengan ibukota Ajibarang dan D.A. Varkevisser diangkat sebagai Asisten Residen di Ajibarang sekaligus sebagai ”pendamping” Bupati Ajibarang Mertadiredja II dan Bupati Dayoehloehoer R. Tmg. Prawiranegara. Tiga Kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Banyumas, Purbalingga dan Banjarnegara masing-masing memiliki Afdeling sendiri-sendiri.

bersambung....

[sunting] Pemerintahan

Wilayah Banyumasan merupakan sebuah wilayah yang meliputi 8 Kabupaten yaitu : Kabupaten Kebumen, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Banyumas.

Kota-kota di wilayah Banyumasan antara lain : Brebes, Tegal, Pemalang, Banjarnegara, Kebumen, Cilacap, Purwokerto, Purbalingga, Slawi, Bumiayu, Gombong, Majenang, Bobotsari, Ajibarang, Sumpiuh, Tanjung, Comal, Ketanggungan, Purwareja, Kroya dll.

[sunting] Kultur Umum

Budaya Banyumasan memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan wilayah lain di Jawa Tengah, walaupun akarnya masih merupakan budaya Jawa. Hal ini sangat terkait dengan karakter masyarakatnya yang sangat egaliter tanpa mengenal istilah ningrat atau priyayi. Hal ini juga tercermin dari bahasanya yaitu bahasa Banyumasan yang pada dasarnya tidak mengenal tingkatan status sosial. Penggunaan bahasa halus (kromo) pada dasarnya merupakan serapan akibat interaksi intensif dengan masyarakat Jawa lainnya (wetanan) dan ini merupakan kemampuan masyarakat Banyumasan dalam mengapresiasi budaya luar. Penghormatan kepada orang yang lebih tua umumnya ditampilkan dalam bentuk sikap hormat, sayang serta sopan santun dalam bertingkah laku. Tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh feodalisme memang terasa tetapi itu bukan merupakan karakter asli masyarakat Banyumasan.

Selain egaliter, masyarakat Banyumasan dikenal memiliki kepribadian yang jujur serta berterus terang atau biasa disebut Cablaka / Blakasuta.

[sunting] Kesenian

Kesenian khas Banyumasan tersebar di hampir seluruh pelosok daerah. Kesenian itu sendiri umumnya terdiri atas seni pertunjukan rakyat yang memiliki fungsi-fungsi tertentu yang berkaitang dengan kehidupan masyarakat pemilik-nya. Adapun bentuk-bentuk kesenian yang tumbuh dan berkembang antara lain:
Wayang Kulit Gagrag Banyumasan, yaitu jenis seni pertunjukan wayang kulit yang bernafaskan Banyumasan. Di daerah ini dikenal ada dua gragak atau gaya, yaitu Gragak Kidul Gunung dan Gragak Lor Gunung. Spesifikasi dari wayang kulit gragak Banyumasan adalah nafas kerakyatannya yang begitu kental dalam pertunjukannya.
BÉGALAN, adalah seni tutur tradisional yang digunakan sebagai yang digunakan sebagai sarana upacara pernikahan, propertinya berupa alat-alat dapur yang masing-masing memiliki makna-makna simbolis yang berisi falsafah jawa & berguna bagi kedua mempelai dalam mengarungi hidup berumah tangga.

[sunting] Musik

Musik-musik tradisional Banyumasan memiliki perbedaan yang cukup jelas dengan musik Jawa lainnya.

* Calung

Alat musik ini terbuat dari potongan bambu yang diletakkan melintang dan dimainkan dengan cara dipukul. Perangkat musik khas Banyumasan yang terbuat dari bambu wulung mirip dengan gamelan jawa, terdiri atas gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong, gong & kendang. Selain itu ada juga Gong Sebul dinamakan demikian karena bunyi yang dikeluarkan mirip gong tetapi dimainkan dengan cara ditiup (sebul), alat ini juga terbuat dari bambu dengan ukuran yang besar. Dalam penyajiannya calung diiringi vokalis yang lazim disebut sinden. Aransemen musikal yang disajikan berupa gending-gending Banyumasan, gending gaya Banyumasan, Surakarta-Yogyakarta dan sering pula disajikan lagu-lagu pop yang diaransir ulang

* Kenthongan - sebagian menyebut Tek - Tek.

Kentongan juga terbuat dari bambu. Kenthong adalah alat utamanya, berupa potongan bambu yang diberi lubang memanjang disisinya dan dimainkan dengan cara dipukul dengan tongkat kayu pendek. Kenthongan dimainkan dalam kelompok yang terdiri dari sekitar 20 orang dan dilengkapi dengan Beduk, seruling, kecrek dan dipimpin oleh mayoret. Dalam satu grup kenthongan, Kenthong yang dipakai ada beberapa macam sehingga menghasilkan bunyi yang selaras. Lagu-lagu yang dibawakan kebanyakan lagu Jawa dan Dangdut.

* Salawatan Jawa

yaitu salah satu seni musik bernafaskan Islam dengan perangkat musik berupa terbang Jawa. Dalam pertunjukan kesenian ini menyajikan lagu-lagu yang diambil dari kitab Barzanji.

[sunting] Tarian

1. Lengger,yaitu jenis tarian tradisional yang tumbuh subur diwilayah sebaran budaya Banyumasan. Kesenian ini umunya disajikan oleh dua orang wanita atau lebih. Pada pertengahan pertunjukkan hadir seorang penari pria yang lazim disebut badhud(badut/bodor), Lengger disajikan diatas panggung pada malam hari atau siang hari , dan diiringi oleh perangkat musik calung.
2. SINTRÉN, adalah seni traditional yang dimainkan oleh seorang pria yang mengenakan busana wanita. Biasanya kesenian ini melekat pada kesenian ébég. Ditengah pertunjukkan ebeg para pemain melakukan trance/mendem, kemudian salah seorang pemain mendem badan, kemudian ditindih dengan lesung.Dan dimasukan ke dalam kurungan. Di dalam kurungan itu ia berdandan secara wanita dan menari bersama - sama dengan pemain yang lain. Pada beberapa kasus, pemain itu melakukan thole-thole, yaitu penari membawa tampah dan berkeliling arena untuk meminta sumbangan penonton.
3. AKSIMUDA, adalah kesenian bernafas Islam yang tersaji dalam bentuk atraksi Pencak Silat yang digabung dengan tari-tarian.
4. ANGGUK, yaitu kesenian bernafaskan Islam yang tersaji dalam bentuk tari-tarian. Dilakukan oleh delapan orang pemain, & pada bagian akhir pertunjukkan para pemain Trance (tidak sadar)
5. APLANG atau DAENG, Kesenian yang serupa dengan Angguk, pemainnya terdiri atas remaja Putri.
6. BONGKÉL, Musik Traditional yang mirip dengan Angklung, hanya terdiri atas satu buah Instrument dengan empat bilah berlaras slendro, dengan nada 2, 3, 5, 6. Dalam pertunjukkannya Bongkel disajikan gendhing - gendhing khusus bongkel.
7. BUNCIS, yaitu perpaduan antara seni musik & seni tari yang disajikan oleh delapan orang pemain. Dalam pertunjukkannya diiringi dengan perangkat musik Angklung. Para pemain buncis selain menjadi penari juga menjadi pemusik & vokalis. Pada bagian akhir sajian para pemain Buncis Intrance atau mendem.
8. ÉBÉG, adalah bentuk tari tradisional khas Banyumasan dengan Properti utama berupa ebeg atau kuda kepang. Kesenian ini menggambarkan kegagahan prajurit berkuda dengan segala atraksinya. Biasanya dalam pertunjukkan ebeg dilengkapi dengan atraksi barongan, penthul & cépét. Dalam pertunjukkannya ebeg diiringi oleh gamelan yang lazim disebut bendhe. Kesenian ini mirip dengan jathilan, kuda kepang dan kuda lumping di daerah lain.

[sunting] Makanan

Wilayah Banyumasan mempunyai makanan khas yaitu Mendoan Tempe. Beberapa makanan khas Banyumasan lainnya adalah keripik tempe, soto Sokaraja dan getuk goreng Sokaraja. sedangkan untuk minuman ada Dawet Ayu Banjarnegara

[sunting] Wisata

Wilayah Banyumasan memiliki beberapa tempat wisata andalan, kebanyakan berupa keindahan alam seperti gua, air terjun dan wana wisata. Brebes : Waduk Malahayu dan Waduk Penjalin, pantai Randusanga, pemandian air panas Cipanas Bantarkawung dan Wanatirta, Kedungoleng, cagar alam Telaga Renjeng. Tegal : Guci Indah, pantai Purwahamba, waduk Cacaban, pemandian Kalibakung, goa Lawet, wisata sejarah Makam Amangkurat I dan wisata industri LIK Takaru. Pemalang : Pantai Widuri/Cilincing, pemandian Moga. Banjarnegara : Hutan wisata Wanayasa, taman satwa Serulingmas / Selomanik atau menyaksikan fenomena hujan salju (mbun upas) saat puncak musim kemarau (Juli – Agustus), Kebumen : Benteng Van der Wijck, gua Jatijajar dan gua Petruk pantai Logending Ayah, Karangbolong, Petanahan, Mirit, Ambal, Buluspesantren dan Puring, waduk Sempor, waduk Wadaslintang dan pemandian air panas Krakal. Purbalingga : Gua Lawa, Owabong, Monumen Jend. Soedirman, Purbasari Pancuran Mas. Cilacap : Segara Anakan, Pantai Widarapayung,hutan wisata Srandil, benteng Pendem serta Pulau Nusakambangan. Banyumas : Baturaden, Curug Cipendok, Masjid saka tunggal, pancuran pitu, mata air panas Kalibacin.

[sunting] Lain-Lain

Cablaka / Blakasuta

Penginyongan

Telur Asin Brebes

Teh Tegal

Bawang Merah Brebes

Industri Besi Tegal

Maskot Banyumasan

Warung Tegal

Serulingmas

KKB

[sunting] Tokoh Terkenal

Sudirman, Gatot Subroto, Surono, R.A. Wiriaatmaja, Susilo Sudarman, Tanto Kuswanto, Dading Kalbuadi, Suparjo Rustam, Yoga Soegama, R. Suprapto, Margono Sukarjo, K.H. Muslich, Ahmad Tohari, Kurnia Effendi, M. Koderi, Entang Wiharso, Slamet Gundono, Ki Sugino Siswocarito, Ki Enthus Susmono, Ki Sugito Purbotjarito, Timbul Suhadi, Eko Budiharjo, Otto Soemarwoto, Imam Budidarmawan Prasodjo, Purwoto Suhadi Gandasubrata, Kuntoro Mangkusubroto, Sanyoto Sastrowardoyo, Fuad Bawazier, Subiakto Tjakrawerdaya, Hartono Mardjono, Rustriningsih, Mauro Purnomo Rahardjo, Yani Saptohudoyo, Mayangsari, Ebiet G. Ade, Christian Hadinata, Muhammad Sarengat, Richard Sam Bera, Purnomo, Meitri Widya Pangestika, Felix & Albert Sutanto, Titiek Sandhora - Muchsin Alatas, Bagyo, Darto Helm, Indro Warkop, Toro Margen, Soemarno Wiryo Di Harjo atau Pak Singa, Tuti Wasiat, Koes Hendratmo dll.

[sunting] Website/Weblog Banyumasan

Dialek Banyumasan [1] Pemda Banyumas [2]

Basa Banyumasan

Basa Banyumasan
Saka Wikipédia, Ènsiklopédhi Bébas ing basa Jawa / Saking Wikipédia, Bauwarna Mardika mawi basa Jawi
Langsung ke: pandhu arah, golèk

[sunting] Prakata

Basa Banyumasan menika termasuk golonganipun basa Jawa bagian kulon, ingkang digunaake masyarakat ing:

* Eks. Karasidenan Banyumas yaiku: kabupaten Banyumas, kabupaten Cilacap, kabupaten Purbalingga lan kabupaten Banjarnegara (dhialek Banyumas))
* Sebagian eks. Karasidenan Pekalongan yaiku: kabupaten Brebes, kabupaten Tegal, kutha Tegal lan kabupaten Pemalang (dhialek Tegal)
* Sebagian eks. Karasidenan Kedu yaiku: kabupaten Kebumen (dhialek Banyumas)
* Wilayah kabupaten Cirebon lan kabupaten Indramayu (dhialek Crebon lan Dermayu)
* Sebagian wilayah Banten lor (dhialek Jawa Serang)

Kanggo pemahaman lewih lanjut mangga ngklik Basa Banyumasan

[sunting] Sajarah

Basa lan sastra sing berkembang ing daerah Banyumasan iku basa lan sastra Jawa dialek Banyumasan. Akeh kalangan sing duwe pendapat nek basa Banyumasan iku basa sing luwih tua dibanding basa Jawa sing berkembang saiki. Basa Banyumasan nduweni spesifikasi kayata penggunaan vokal lan konsonan ing akhir kata sing diucapke jelas, misale: Tiba, Sega, Mangga, Jeruk, Manuk, Kepadhuk, lan liya-liyane. Pengucapan vokal lan konsonan kaya iki mirip karo pola pengucapan ing basa Jawa kuna, misale: "tan ana dharma mangrwa". Dideleng saking kosa kata, basa Banyumasan nduweni kosa kata sing mirip karo basa Kawi, misale: inyong mirip karo ingong, rika pada karo rika.



Artikel punika taksih tulisan rintisan (stub). Sinten kémawon ingkang kersa mbenakaken, sumangga kémawon.

Dhialek Banyumasan

Dhialek Banyumasan
Saka Wikipédia, Ènsiklopédhi Bébas ing basa Jawa / Saking Wikipédia, Bauwarna Mardika mawi basa Jawi
Langsung ke: pandhu arah, golèk

Dhialek Banyumasan dituturke ing tlatah Banyumasan, kasebar mulai Kebumen, Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Pemalang, Tegal, Brebes nganthi tlatah Pasundan, molai Cirebon - Indramayu lan Banten lor.

Dhialek iki terkenal karo cara omonge sing khas. Dadi logat Banyumasan iki akeh medhoke ketimbang logat Jawa liyane.

Upami :

* Nyong : aku
* gandhul : kates
* kowek : kowe

Dibanding basa Jawa dialek Yogyakarta lan Surakarta, dialek Banyumasan akeh banget bedane. Beda sing utama yakuwe akhiran 'a' tetap diucapna 'a' dudu 'o'. Dadi angger neng Solo wong mangan karo 'sego', neng Banyumas wong madhang karo 'sega'. "Utek ko kon jallan jalan maning ora karo ndasse". tegese : utek kok dikon jalan olehe jalan mesti karo sirahe.. "oli-olihe apa kang " duwe oleh2 apa kang, "munthul nagka thok " telo pohung karo nangka wae.. kepiye ana ing dialek Banyumas dadi kepriwe, mdean, lsp. kosakata akhiran konsonan diucapake medhok lah kandhel ana ing pangucap. wedok warek dadi waregh, njupuk dadi njupukk..lsp


Sub-sub dialek Banyumasan :

* Dialek Banten (utawa Jawa Serang)
* Dialek Cirebonan (Indramayu-Cirebon)
* Dialek Bumiayu (antaraning Brebes lan sebagian Banyumas)
* Dialek Tegal
* Dialek Banyumasan (Kebumen, Cilacap, Banyumas, Purbalingga lan Banjarnegara)

_________________________________________________________________

Dhialek Banyumasan (logat Banyumasan) saged dipun pirsani katrangane mawa langkung gamblang ing kamus Dialek banyumas-Indonesia. http://hanacaraka.fateback.com, Ugi Wonten koleksi kamus bahasa jawi ingkang jarang kepanggih teng toko2 buku : Kamus Dialek Banyumas - Indonesia Kamus Dialek Tegal