Wisata Kabupaten Banyumas
LOKAWISATA BATURRADEN
Lokawisata Baturraden terbentang di sebelah selatan kaki Gunung Slamet pada ketinggian sekitar 640 m di atas permukaan laut. Baturraden terletak hanya 14 km dari Kota Purwokerto yang dihubungkan dengan jalan yang memadai. Di tempat wisata ini Anda dapat menikmati pemandangan indah & udara pegunungan yang segar dengan suhu 18' Celcius - 25' Celcius. Sedangkan Gunung Slamet dengan ketinggian 3.428 m, merupakan gunung berapi terbesar dan gunung tertinggi ke-2 di Jawa. Jika cuacanya bagus, Kota Purwokerto dapat terlihat dari Baturraden, begitu juga dengan Cilacap dan Nusa Kambangan. Ketika kita melihat gunung Slamet, kita dapat melihat lereng gunung Slamet yang ditutupi oleh hutan Heterogen.
Taman Rekreasi di Baturraden menyajikan alam pegunungan & lembah sunyi yang dihiasi air terjun serta sumber air panas Belerang "Pancuran-3". Di tempat ini juga dapat dinikmati berbagai mainan anak, menara pandang, Taman Botani, Kolam Renang.
Tempat pemandian air panas, Kintamani, kolam luncur, sepeda air, kereta gantung, & kebun binatang Widya Mandala.
CURUG CIPENDOG
Terletak di Desa Karang Tengah - Kecamatan Cilongok, kurang Lebih 20 km dari kota Purwokerto. Obyek wisata in berupa Air Terjun dengan ketinggian 92 meter yang dikelilingi oleh pemandangan alam & hutan yang indah.
CURUG CEHENG
Terletak di Kecamatan Sumbang, sekitar 18 km dari Purwokerto, berupa air terjun yang indah dengan begitu banyak kelelawar yang beterbangan di sekitarnya.
PEMANDIAN KALIBACIN
Terletak di Desa Tambak Negara kecamatan Rawalo 17 km dari Purwokerto. Objek wisata ini merupakan peninggalan sejarah jaman Belanda terbukti dengan prasastinya. Dikenal dengan nama Wisata Husada, karena wisatawan disamping dapat menikmati keindahan alamnya sekaligus dapat menyembuhkan penyakit kulit dan tulang.
DESA WISATA KETENGER
Desa Ketenger Kecamatan Baturraden adalah desa wisata yang berfungsi sebagai penyangga utama obyek wisata Baturraden. Dengan potensi alamnya yang benar-benar diandalkan sebagai potensi wisata, seperti Curug Gede, Curug Kembar, Curug Kabayan. Di samping itu masih ada Rumah Putih, Jalan Kereta Tebu (Jawa: LORI), dan Wisata Pendidikan.
Dengan kesejukan alamnya dan pengairan yang baik, dua hal ini yang oleh masyarakat Desa Wisata Ketenger dimanfaatkan untuk menanam bunga potong dan kolam pancingan, sehingga itu semua bisa menambah daya tarik bagi wisatawan.
Bagi wisatawan yang berkunjung ke Desa Wisata Ketenger dapat menikmati indahnya suasana malam hari dengan hiburan kesenian seperti Calung, Ebeg, Band/Orkes Melayu ataupun Genjring. Masyarakat di Desa Wisata Ketenger menyediakan Home Stay sebanyak 41 rumah dengan kamar tidur sejumlah 74, dengan fasilitas cukup memadai. Bagi wisatawan mancanegara tidak perlu repot karena tenaga guide berbahasa Inggris telah siap, sekaligus tersedia berbagai cinderamata khas setempat.
Masyarakat di Desa Wisata Ketenger telah mampu membuat kerajinan tangan berupa tas tangan dari mute, meja-kursi atau patung dari akar pohon dan makanan khas Banyumas. Itulah potensi yang terkandung di desa Wisata Ketenger Kecamatan Baturraden, yang masih terus diupayakan peningkatannya demi kepuasan wisatawan.
HARI JADI KABUPATEN BANYUMAS
Hari Jadi Kabupaten Banyumas (berdiri 5 April 1582) yang diiringi oleh seluruh Punggawa Banyumas dengan Pakaian Tradisional dari Pendodo ex Kotatip Purwokerto menuju Pendopo Si Panji Kabupaten Banyumas yang dilaksanakan setiap tanggal 5 April.
PENJAMASAN JIMAT KALISALAK
Pencucian benda-benda keramat dari Peninggalan Sunan Amangkurat 1 dari kerajaan Mataram. Prosesi siraman jimat dilaksanakan setiap tanggal 12 & 13 bulan Maulud. Konon prosesi ini dapat dijadikan media ramalan hal-hal yang akan terjadi dalam tahun berikutnya yaitu dengan melihat tambah atau berkurangnya benda-benda jimat itu.
PENJAROAN
Penjaroan merupakan kegiatan pemasangan pagar yang terbuat dari bambu sebagai tanda peringatan tahunan meninggalnya Syekh Kyai Mustholih yang dimakamkan disekitar Masjid Saka Tunggal. Kegiatan ini dilaksanakan setiap tanggal 26 & 27 Rajab.
Masjid Saka Tunggal dan Taman Kera Cikakak
Masjid Saka Tunggal terletak di desa Cikakak, Kecamatan Wangon dibangun pada tahun 1522 M. Masjid ini berjarak ± 30 km dari kota Purwokerto. Disebut Saka Tunggal karena tiang penyangga bangunan dulunya hanya berbentuk satu tiang (tunggal) . Di sekitar tempat ini terdapat hutan pinus dan hutan besar lainnya yang di huni oleh ratusan ekor kera yang jinak dan bersahabat, seperti di Sangeh Bali.
Goa Maria Kaliori
Goa Maria "Kaliori" terletak di perbukitan yang hijau membentang dlengan suasana sejuk dan nyaman di Desa Kaliori, kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Prakarsa pembangunan tempat ziarah ini bermula dari beberapa aktivitas umat Katolik di Banyumas, yang kemudian mendapat tanggapan dan dukungan sepenuhnya dari Pastor Paroki di Purwokerto beserta umatnya.
Pembangunan Goa Maria "Kaliori " dimulai pada tanggal 15 Agustus 1989 dengan ditandai Peletakan Batu Pertama oleh Uskup Purwokerto Mgr. P. S. Hardjasoemarta MSC. Suatu peristiwa bersejarah bagi Goa Maria "Kaliori" dimulai pada tanggal 10 Oktober 1989, dimana di dalam Misa Agung di Yogyakarta, Bapa Suci Yohanes Paulus II berkenan memberkati Patung Bunda Maria dan menandatangani Prasasti Goa Maria "Kaliori", selanjutnya pada tanggal 8 Desember 1989 Goa Maria "Kaliori" diberkati dan diresmikan penggunaannya.
Semenjak itu pembangunan tempat ziarah umat Katolik tersebut berlanjut terus. Berbagai fasilitas, seperti : Kapel "Ratu Surga", Jalan Salib, Taman Rosario Hidup, Pendopo bagi para peziarah, dan yang terakhir dibangun adalah Rumah Retret "Maria Immaculata", dengan kapasitas 150 orang sekarang sudah tersedia bagi peziarah sehingga Goa Maria "Kaliori" menjadi salah satu tempat ziarah yang terlengkap di Indonesia.
Dalam rangka pengembangan lokasi tempat Ziarah ini, maka Keuskupan Purwokerto menyerahkan pengelolaan Goa Maria "Kaliori" kepada Konggregasi Oblat Maria Imakulata (OMI) yang memiliki kharisma di dalam pengelolaan Goa Maria di berbagai negara di dunia.
Wednesday, January 30, 2008
Jaringan Kerja Film Banyumas
http://jkfb.wordpress.com/
Film Banyumas Sepanjang 2007; Membanggakan tapi Belum Menggembirakan
”Televisi adalah sastra rakyat hari ini,” kata Garin Nugroho. Bila saat dimulainya revolusi Gutenberg, buku dinamai sebagai jendela dunia, peran itu kini telah diambilalih oleh televisi. Dan televisi sangat membutuhkan produksi beragam jenis tayangan, satu diantaranya sajian film. Akan tiba waktunya, film-film produksi berbagai komunitas lokal menghiasi layar kaca, berderet bersama film impor.
Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 ‘toh’ telah menetapkan sistem televisi jaringan yang mematok kian banyak tayangan lokal. Sehingga tentu membanggakan jika anak-anak muda yang lahir dari rumpun kebudayaan Banyumasan sudah mendahului jaman dengan memperkenalkan kategori Film Banyumas kepada publik. Setidaknya di tingkat nasional, dengan jumlah keikutsertaan festival film mencapai puluhan, film Banyumas tak luput dari perhatian.
Komunitas film yang secara samar mulai muncul di Purwokerto tahun 1999, kini telah menjadi jamak di Kabupaten Purbalingga dan Banyumas. Cilacap dan Banjarnegara, dengan jumlah komunitas yang lebih sedikit pun tak jemu-jemunya menggelar kegiatan. Keikutsertaan sineas Purbalingga pada Festival Film Eropa, dan undangan untuk Komunitas Sangkanparan dan sineas SMA 1 Cilacap di ajang Pusat Kebudayaan Prancis, menandai langkah maju di lingkungan penikmat film internasional.
Purbalingga Film Festival 2008
Purbalingga Film Festival 2008
Gelanggang Mahesa Jenar Purbalingga, Jawa Tengah.
16-18 Mei 2008
Festival Film Purbalingga merupakan program tahunan Cinema Lovers Community sebagai salah satu bentuk komitmen terhadap perkembangan film pendek di Indonesia. Festival ini pertama kali digelar pada Juli 2007 dengan nama Parade Film Purbalingga.
Festival Film Purbalingga 2008 dikonsepsikan menjadi sebuah pesta perayaan film-film pendek pilihan dari berbagai kota di Indonesia melalui program-program yang dihelat. Pada titik inilah tercipta kancah pertemuan bagi para seniman visual, komunitas film dan publik peminat.
Keseluruhan rangkaian program bersifat terbuka untuk publik, tanpa biaya tiket.
http://purbalinggafilmfest.blogspot .com
Lomba Penulisan Essai Tentang Pelestarian Film Indonesia Tahun 2008
Ditujukan kepada :
1. Mahasiswa
2. Pustakawan
3. Masyarakat Umum Uraian : Perpustakaan Nasional RI bekerja sama dengan Sinematek Indonesia mengadakan lomba penulisan essai tentang pelestarian film Indonesia.
Topik/Tema Penulisan :
Pendapat, pandangan dan kritik terhadap pelestarian film di Indonesia.
Persyaratan Peserta :
1. Mahasiswa, pustakawan dan masyarakat umum.
2. Melampirkan fotokopi KTP/SIM/Kartu Mahasiswa/Kartu Karyawan/identitas lain.
3. Melampirkan daftar riwayat hidup.
4. Melampirkan pas foto ukuran 3×4 sebanyak 2 lembar.
Nonton Komidi Sorot di Banyumas
Siapa pernah menyangka jika di satu wilayah yang dianggap jauh dari jamahan industri budaya pop meluncur sebuah festival film. Karnaval Film Pendek Banyumas 2007 pada 7 Desember lalu, yang memutar film-film karya para pekerja film asal Cilacap, Banyumas, Purbalingga, dan Banjarnegara, seperti menjadi wahana baru menyatakan diri.
Direktur Jaringan Kerja Film Banyumas (JKFB) Sigit Harsanto menuturkan, sebagian besar film-film yang diproduksi di wilayah mereka berangkat dari realitas kultural lokal yang khas dan unik. “Hampir semua menggunakan bahasa Banyumasan,” ujar Sigit. Film-film itu diputar berdampingan dengan film-film produksi Eropa dari desa ke desa. Jika kebanyakan orang menyebut istilah layar tancep untuk menonton film, di wilayah sekitar Banyumas disebut komidi sorot. “Penontonnya bisa ratusan, bahkan jauh lebih banyak dibandingkan dengan pemutaran di kampus,” kata Sigit.
Dalam waktu yang nyaris berbarengan digelar pula festival-festival film dalam skala lebih besar dan mapan, seperti Jakarta International Film Festival (JiFFest), Festival Film Indonesia (FFI) di Riau, dan Festival Film Dokumenter (FFD) di Yogyakarta. Sebelumnya juga sudah digelar Jogja- NETPAC Asian Film Festival di Yogyakarta, Festival Film Asia Afrika, Queer Film Festival, dan LA Light Indie Movies di beberapa kota. Bahkan, jaringan bioskop teranyar Blitzmegaplex merasa perlu melakukan hal sama. Mereka, misalnya, menggelar Screamfest Indonesia, Festival Film Fantastik, dan Festival Film Korea.
Menu Makanan Khas Banyumas
Menu Makanan Khas Banyumas
Bakso
Akeh penggemar bakso nang Purwokerto, sing terkenal ya Bakso A.Yani, Pasar Cermai, Telkom, Pasar Pekih, dll. Cirine bakso nganggo krupuk Mireng (kaya mie sing digoreng) terus ana kupat karo kacang gorenge.
Tempe Bongkrek
tempe bongkrek sing diarani uga dage digawe sekang ampas tahu digoreng karo glepung (tepung beras)
Soto Kecik
Sroto utawa soto ialah salah siji panganan tradisional khas Indonesia sing digawe sekang aneka bahan lan disajikan nganggo duduh sing mandan akeh. Panganan kiye bisa disejajarkan karo sop. Masing-masing daerah duwe panganan khas kiye, contone : soto Kudus, soto Madura, coto Makassar, soto Lamongan
lan liya-liyane, nang Banyumasan umume disebut sroto. Sroto sing paling terkenal ialah Sroto Sokaraja.
Mendoan & Kripik
Mendoan
Bahan
* 300 g tempe, iris ½ x 5 x 7 cm
* 75 g tepung beras
* 1 sdm tepung sagu
* 5 ler godhong kucai utawa godhong bawang, iris 1 cm
* 125 ml santen kenthel sekang ½ iji kelapa
* lenga nggo nggoreng
Bumbu sing dialusna
* 3 iji kemiri
* ½ sdt ketumbar sangrai
* ½ ruas jari kencur
* 2 siung bawang putih
* uyah secukupe
Cara Nggawe
Campur tepung beras, tepung sagu, karo bumbu alus. Terus santene disuntek sethithik2 nyambi terus diaduk nganti rata. Angger dirasa kurang encer, bisa tambaih banyu secukupe.
Lebokna godong kucai, aduk nganti rata, terus tempe dicelupna siji-siji.
Goreng nganggo geni sing sedeng aja kegedhen (mbok geseng) nganti mateng karo kelire madan kuning kecoklatan.
Dipangan mumpung esih anget.
Hasil: 10 mendoan nylekamin
Wis lah nganah gari dijajal………………..
Kripik kuwe panganan sing digawe sekang tempe sing mandan tipis, dilebokna maring adonan nang wadah campuran aci lan barang liyane trus digoreng ngantek garing. Angger ora garing dijenengi mendoan angger garing kuwe sing diarani kripik.
Sate Kambing
sate kambing sing terkenal ana nang daerah Kalo Bagor arane sate kambing 2 saudara
ada maning versi sate ayam sing karo kulite lan sindike loro sekang biting nang Jl. masjid, Sate Martawi, ana maning Sate Pak Kadal nang cedheg ex bioskop Srimaya.
Nopia & Mino
Nopia ialah salah siji penganan khas Banyumas, digawe sekang gula jawa sing dibungkus adonan terus dipanggang nganggo tungku khusus ngantek atos ning tengaeh tetep empuk. Seliyane nopia, ana maning Mino utawa mini nopia (nopia sing ukurane cilik/adine Nopia).
Nopia kiye werna-werna rasane, ana sing rasa brambang, duren uga cokelat.
Gudeg Purwokerto
Getuk Goreng
Getuk Goreng kuwe salah siji panganan khas banyumas sing degawe sekang boled (ketela/singkong) derebus seteruse detumbuk supaya alus lan oyode debuang geuk biasane decampur gula utawa klapa sing deparut, getuk goreng ya kuwe getuk sing degoreng, getuk goreng sing terkenal neng wilayah banyumas yakuwe getuk goreng Sokaraja.
Serabi
Legen
Legen : atawa badeg, kuwe sekang banyu kembang klapa sing nggo ngawe gula jawa.
Cimplung
Cimplung kuwe salah siji jenis panganan tradisional, bahan dasare digawe sekang budin utawa ketela pohon.
Panganan Khas Terkenal
* Jend. Sudirman kota Sokaraja: sroto, gethuk goreng lyy.
* Tamara Sari (sisi Sri Ratu Purwokerto):sop buntut.
* Pertelon Sokaraja-Purwokerto belok kiwe (mlebu gang):sroto sutri.
* Jl. Bank, Purwokerto(pedhek Musium Bank):sroto ayam kampung pak Sungeb.
* Pasar Wage, Purwokerto:sroto Pasar Wage + Bakso.
* Jl. Jend. Sudirman, Sokaraja (kanan dalan):sroto lama Bp. Suradi.
Bakso
Akeh penggemar bakso nang Purwokerto, sing terkenal ya Bakso A.Yani, Pasar Cermai, Telkom, Pasar Pekih, dll. Cirine bakso nganggo krupuk Mireng (kaya mie sing digoreng) terus ana kupat karo kacang gorenge.
Tempe Bongkrek
tempe bongkrek sing diarani uga dage digawe sekang ampas tahu digoreng karo glepung (tepung beras)
Soto Kecik
Sroto utawa soto ialah salah siji panganan tradisional khas Indonesia sing digawe sekang aneka bahan lan disajikan nganggo duduh sing mandan akeh. Panganan kiye bisa disejajarkan karo sop. Masing-masing daerah duwe panganan khas kiye, contone : soto Kudus, soto Madura, coto Makassar, soto Lamongan
lan liya-liyane, nang Banyumasan umume disebut sroto. Sroto sing paling terkenal ialah Sroto Sokaraja.
Mendoan & Kripik
Mendoan
Bahan
* 300 g tempe, iris ½ x 5 x 7 cm
* 75 g tepung beras
* 1 sdm tepung sagu
* 5 ler godhong kucai utawa godhong bawang, iris 1 cm
* 125 ml santen kenthel sekang ½ iji kelapa
* lenga nggo nggoreng
Bumbu sing dialusna
* 3 iji kemiri
* ½ sdt ketumbar sangrai
* ½ ruas jari kencur
* 2 siung bawang putih
* uyah secukupe
Cara Nggawe
Campur tepung beras, tepung sagu, karo bumbu alus. Terus santene disuntek sethithik2 nyambi terus diaduk nganti rata. Angger dirasa kurang encer, bisa tambaih banyu secukupe.
Lebokna godong kucai, aduk nganti rata, terus tempe dicelupna siji-siji.
Goreng nganggo geni sing sedeng aja kegedhen (mbok geseng) nganti mateng karo kelire madan kuning kecoklatan.
Dipangan mumpung esih anget.
Hasil: 10 mendoan nylekamin
Wis lah nganah gari dijajal………………..
Kripik kuwe panganan sing digawe sekang tempe sing mandan tipis, dilebokna maring adonan nang wadah campuran aci lan barang liyane trus digoreng ngantek garing. Angger ora garing dijenengi mendoan angger garing kuwe sing diarani kripik.
Sate Kambing
sate kambing sing terkenal ana nang daerah Kalo Bagor arane sate kambing 2 saudara
ada maning versi sate ayam sing karo kulite lan sindike loro sekang biting nang Jl. masjid, Sate Martawi, ana maning Sate Pak Kadal nang cedheg ex bioskop Srimaya.
Nopia & Mino
Nopia ialah salah siji penganan khas Banyumas, digawe sekang gula jawa sing dibungkus adonan terus dipanggang nganggo tungku khusus ngantek atos ning tengaeh tetep empuk. Seliyane nopia, ana maning Mino utawa mini nopia (nopia sing ukurane cilik/adine Nopia).
Nopia kiye werna-werna rasane, ana sing rasa brambang, duren uga cokelat.
Gudeg Purwokerto
Getuk Goreng
Getuk Goreng kuwe salah siji panganan khas banyumas sing degawe sekang boled (ketela/singkong) derebus seteruse detumbuk supaya alus lan oyode debuang geuk biasane decampur gula utawa klapa sing deparut, getuk goreng ya kuwe getuk sing degoreng, getuk goreng sing terkenal neng wilayah banyumas yakuwe getuk goreng Sokaraja.
Serabi
Legen
Legen : atawa badeg, kuwe sekang banyu kembang klapa sing nggo ngawe gula jawa.
Cimplung
Cimplung kuwe salah siji jenis panganan tradisional, bahan dasare digawe sekang budin utawa ketela pohon.
Panganan Khas Terkenal
* Jend. Sudirman kota Sokaraja: sroto, gethuk goreng lyy.
* Tamara Sari (sisi Sri Ratu Purwokerto):sop buntut.
* Pertelon Sokaraja-Purwokerto belok kiwe (mlebu gang):sroto sutri.
* Jl. Bank, Purwokerto(pedhek Musium Bank):sroto ayam kampung pak Sungeb.
* Pasar Wage, Purwokerto:sroto Pasar Wage + Bakso.
* Jl. Jend. Sudirman, Sokaraja (kanan dalan):sroto lama Bp. Suradi.
Arti Lambang Daerah Kabupaten Banyumas
BAGIAN-BAGIAN DAN SUSUNAN "LAMBANG, MAKNA, BENTUK DAN MOTIF"
1. Daun lambang
berbentuk bulat dan didalamnya berlukiskan dari atas ke bawah, melambangkan kebulatan tekad masyarakat di wilayah Kabupaten Banyumas dalam melaksanakan usahanya yang suci, ikut serta dalam revolusi bangsa Indonesia dalam mengejar cita-cita bangsa yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
a.Gunung Slamet
Berwarna abu-abu(kelabu) atau hitam dengan latar belakang warna biru di bagian atas dan warna hijau di bagian sebelah bawahnya.
NAMA SLAMET: mencerminkan harapan masyarakat di kabupaten Banyumas khususnya dan seluruh wilayah Indonesia umumnya agar supaya senantiasa selamat di dunia dan akhirat kelak dengan arti kata sesuai dengan Pancasila.
GUNUNG SLAMET: digambarkan sangat megah menjulang tinggi ke angkasa, melukiskan keagungan dan keteguhan yang dimiliki dan diamalkan oleh manusia masyarakat di Kabupaten Banyumas. Di gunung terdapat terdapat hutan lebat yang perlu dijaga agar tetap menghijau, mengingat fungsi hutan bagi daerah (hasta karana) yang bersifat: klimatologis, hidrologis, orologis, sosiologis, ekonomis, strategis, estetis, sanitair.
Lokawisata Baturraden
Lokawisata Baturraden
Ditulis Oleh Administrator
Rabu, 05 September 2007
Baturraden berasal dari dua kata yaitu Batur yang dalam bahasa Jawa berarti Pembantu, Teman, atau Bukit & Raden yang dalam bahasa juga berarti Bangsawan. Cerita tentang Baturraden ada dua versi. yaitu versi Kadipaten Kutaliman & versi Syekh Maulana Maghribi.
Versi Kadipaten Kutaliman - Pada Ratusan tahun silam konon terdapat sebuah Kadipaten yang terletak 10 Km disebelah Barat Baturraden. Adipatinya mempunyai beberapa anak perempuan & seorang gamel (pembantu yang menjaga kuda). Salah Satu Anak Perempuannya jatuh cinta dengan gamel. Cinta mereka dilakukan secara sembunyi-sembuyi. Sesudah mendengar berita, bahwa anak perempuannya jatuh cinta dengan pembantunya, sang Adipati marah & mengusir gamel & anak perempuannya dari rumah. Diperjalanan dia melahirkan bayi didekat sungai, kemudian mereka menamakannya sungai Kaliputra. (Kali berarti Sungai & Putra berarti anak laki-laki). Letaknya kira-kira 3 Km sebelah utara Kutaliman. Akhirnya mereka menemukan tempat yang indah, & memutuskan untuk tinggal di tempat tersebut. Berdasarkan versi pertama tersebut nama Baturaden seharusnya ditulis dengan dua "R" karena versi tersebut berasal dari kata "Batur" & "Raden" menjadi "Baturraden".
Versi Syekh Maulana Maghribi - Syekh Maulana Maghribi adalah seorang ulama. Dia seorang Pangeran dari Turki. Suatu hari setelah Subuh, dia melihat cahay misterius bersinar disebelah Tenggara. Dia ingin mengetahui darimana cahaya misterius itu datang & apa artinya. Dia memutuskan untuk mencari tahu. Dan dia ditemani oleh sahabatnya, Haji Datuk. & pekerjanya. Mereka berlayar menuju kearah datangnya cahaya misterius tersebut. Kemudian setelah Syekh Maulana Maghribi sampai di Pantai Gresik, cahay misterius tersebut tampak disebelah Barat, & akhirnya mereka sampai di pantai Pemalang Jawa Tangah. Ditempat ini Dia meminta para pekerjanya untuk pulang. Sementara itu dia ditemani oleh Haji Datuk untuk melanjutkan perjalanannya dengan jalan kaki menuju kearah Selatan sambil menyebarkan agama Islam. Kemudian Syekh Maulana Maghribi tinggal di Banjar Cahayana. Ditempat itu Dia terkena penyakit gatal yang serius dan susah disembuhkan. Sesudah sholat Tahajud.dia mendapat Ilham bahwa dia harus pergi ke Gunung Gora. Sesudah sampai di lereng Gunung Gora Dia meminta Haji Datuk untuk meninggalkannya& menunggu ditempat yang mengepulkan asap. Ternyata disitu ada sumber air panas & Syekh Maulana Maghribi menyebutnya " Pancuran Pitu" yang artinya sebuah sumber air panas yang mempunyai tujuh mata air. Setiap hari Syekh Maulana Maghribi mandi secara teratur di tempat itu, dengan begitu dia sembuh dari penyakit gatalnya. Orang sekitar menyebut Syekh Maulana Maghribi sebagai "Mbah Atas Angin" karena Dia datang dari sebuah negeri yang jauh. Dan Syekh Maulana Maghribi dinamakan Haji Datuk Rusuhudi ( Dalam bahasa Jawa berarti Batur yang Adil atau Pembantu Setia). Tempatnya terkenal dengan satu "R" dan bernama "Baturaden". Karena Syekh Maulana Maghribi sembuh dari penyakit gatal & aman dilereng gunung Gora. Selanjutnya Dia mengganti nama Gunung Gora itu menjadi Gunung Slamet. Slamet dalam bahasa Jawa berarti aman. Tempat dimana Syekh Maulana Maghribi sembuh dianggap sebagai tempat keramat oleh orang sekitar. Banyak orang dari Purbalingga, Banjarnegara, & Pekalongan mengunjungi tempat tersebut pada Selasa Kliwon & Jum'at Kliwon.
WANAWISATA
Terletak 2 KM dari Lokawisata Baturraden. Ditempat ini dapat dinikmati keindahan alam hutan dilengkapi dengan tempat perkemahan yang dapat menampung 1000 tenda. Disini juga terdapat teater alam dengan pembibitan tanaman produksi seperti Cemara, Pinus, & sebagainya.
CURUG GEDE
Terletak di Desa Wisata Ketenger, kurang lebih 2 km dari Lokawisata Baturaden. Ditempat ini dapat dinikmati air terjun dengan keindahan alam dan lempengan batu.
TELAGA SUNYI
Obyek Wisata ini berjarak kurang lebih 3 km di sebelah selatan Baturaden. Wisata ini menyuguhkan keindahan Alam & Kesunyian serta indahnya bebatuan.
PANCURAN PITU
Terletak kurang lebih 7 km dari Lokawisata Baturraden. Tempat rekreasi ini menyuguhkan kegiatan alam dan hutan dengan didukung adanya Pancuran 7 yang dapat dijadikan sebagai tempat Wisata Husada dan Gua Sarabadak yang terdapat pertemuan sumber air panas & dingin.
Pemutakhiran Terakhir ( Kamis, 06 September 2007 )
Ditulis Oleh Administrator
Rabu, 05 September 2007
Baturraden berasal dari dua kata yaitu Batur yang dalam bahasa Jawa berarti Pembantu, Teman, atau Bukit & Raden yang dalam bahasa juga berarti Bangsawan. Cerita tentang Baturraden ada dua versi. yaitu versi Kadipaten Kutaliman & versi Syekh Maulana Maghribi.
Versi Kadipaten Kutaliman - Pada Ratusan tahun silam konon terdapat sebuah Kadipaten yang terletak 10 Km disebelah Barat Baturraden. Adipatinya mempunyai beberapa anak perempuan & seorang gamel (pembantu yang menjaga kuda). Salah Satu Anak Perempuannya jatuh cinta dengan gamel. Cinta mereka dilakukan secara sembunyi-sembuyi. Sesudah mendengar berita, bahwa anak perempuannya jatuh cinta dengan pembantunya, sang Adipati marah & mengusir gamel & anak perempuannya dari rumah. Diperjalanan dia melahirkan bayi didekat sungai, kemudian mereka menamakannya sungai Kaliputra. (Kali berarti Sungai & Putra berarti anak laki-laki). Letaknya kira-kira 3 Km sebelah utara Kutaliman. Akhirnya mereka menemukan tempat yang indah, & memutuskan untuk tinggal di tempat tersebut. Berdasarkan versi pertama tersebut nama Baturaden seharusnya ditulis dengan dua "R" karena versi tersebut berasal dari kata "Batur" & "Raden" menjadi "Baturraden".
Versi Syekh Maulana Maghribi - Syekh Maulana Maghribi adalah seorang ulama. Dia seorang Pangeran dari Turki. Suatu hari setelah Subuh, dia melihat cahay misterius bersinar disebelah Tenggara. Dia ingin mengetahui darimana cahaya misterius itu datang & apa artinya. Dia memutuskan untuk mencari tahu. Dan dia ditemani oleh sahabatnya, Haji Datuk. & pekerjanya. Mereka berlayar menuju kearah datangnya cahaya misterius tersebut. Kemudian setelah Syekh Maulana Maghribi sampai di Pantai Gresik, cahay misterius tersebut tampak disebelah Barat, & akhirnya mereka sampai di pantai Pemalang Jawa Tangah. Ditempat ini Dia meminta para pekerjanya untuk pulang. Sementara itu dia ditemani oleh Haji Datuk untuk melanjutkan perjalanannya dengan jalan kaki menuju kearah Selatan sambil menyebarkan agama Islam. Kemudian Syekh Maulana Maghribi tinggal di Banjar Cahayana. Ditempat itu Dia terkena penyakit gatal yang serius dan susah disembuhkan. Sesudah sholat Tahajud.dia mendapat Ilham bahwa dia harus pergi ke Gunung Gora. Sesudah sampai di lereng Gunung Gora Dia meminta Haji Datuk untuk meninggalkannya& menunggu ditempat yang mengepulkan asap. Ternyata disitu ada sumber air panas & Syekh Maulana Maghribi menyebutnya " Pancuran Pitu" yang artinya sebuah sumber air panas yang mempunyai tujuh mata air. Setiap hari Syekh Maulana Maghribi mandi secara teratur di tempat itu, dengan begitu dia sembuh dari penyakit gatalnya. Orang sekitar menyebut Syekh Maulana Maghribi sebagai "Mbah Atas Angin" karena Dia datang dari sebuah negeri yang jauh. Dan Syekh Maulana Maghribi dinamakan Haji Datuk Rusuhudi ( Dalam bahasa Jawa berarti Batur yang Adil atau Pembantu Setia). Tempatnya terkenal dengan satu "R" dan bernama "Baturaden". Karena Syekh Maulana Maghribi sembuh dari penyakit gatal & aman dilereng gunung Gora. Selanjutnya Dia mengganti nama Gunung Gora itu menjadi Gunung Slamet. Slamet dalam bahasa Jawa berarti aman. Tempat dimana Syekh Maulana Maghribi sembuh dianggap sebagai tempat keramat oleh orang sekitar. Banyak orang dari Purbalingga, Banjarnegara, & Pekalongan mengunjungi tempat tersebut pada Selasa Kliwon & Jum'at Kliwon.
WANAWISATA
Terletak 2 KM dari Lokawisata Baturraden. Ditempat ini dapat dinikmati keindahan alam hutan dilengkapi dengan tempat perkemahan yang dapat menampung 1000 tenda. Disini juga terdapat teater alam dengan pembibitan tanaman produksi seperti Cemara, Pinus, & sebagainya.
CURUG GEDE
Terletak di Desa Wisata Ketenger, kurang lebih 2 km dari Lokawisata Baturaden. Ditempat ini dapat dinikmati air terjun dengan keindahan alam dan lempengan batu.
TELAGA SUNYI
Obyek Wisata ini berjarak kurang lebih 3 km di sebelah selatan Baturaden. Wisata ini menyuguhkan keindahan Alam & Kesunyian serta indahnya bebatuan.
PANCURAN PITU
Terletak kurang lebih 7 km dari Lokawisata Baturraden. Tempat rekreasi ini menyuguhkan kegiatan alam dan hutan dengan didukung adanya Pancuran 7 yang dapat dijadikan sebagai tempat Wisata Husada dan Gua Sarabadak yang terdapat pertemuan sumber air panas & dingin.
Pemutakhiran Terakhir ( Kamis, 06 September 2007 )
Sastra Jawa Dilestarikan lewat Lomba
Sastra Jawa Dilestarikan lewat Lomba
Ditulis Oleh Administrator
Kamis, 06 September 2007
HATI-HATI bila bilang generasi muda tumbuh bersama kecintaan yang tipis pada akar tradisinya. Asumsi yang kerap dilontarkan dalam berbagai forum budaya itu layak dipertimbangkan masak-masak. Setidak-tidaknya sejumlah pendidik mengaku menemukan fakta yang berbeda.
Suparwati, yang telah mengajar geguritan di banyak sekolah, melihat betapa anak-anak dan remaja punya keingintahuan yang tinggi pada sastra Jawa.
Kegiatan pembelajaran sastra Jawa itu perlu diikuti dengan tersedianya ruang untuk apresiasi.
''Perlombaan memang perlu untuk menumbuhkan semangat anak-anak,'' ujarnya di sela-sela penyelenggaraan Lomba Geguritan Tingkat SD di Pendapa Duplikat Si Panji Banyumas, kemarin.
Enam puluh sembilan peserta lomba tampak dikerumuni ratusan suporter yang merupakan kawan sekolah. Lomba menjadi bagian dari Pekan Budaya Banyumasan yang dihelat oleh Forum Masyarakat Peduli Budaya dan Wisata Banyumas.
Kompetisi
Pengajar dari SD II Pesinggangan, Krisbijantoro, juga melihat sambutan antusias anak pada khasanah sastra Jawa. Tanpa diminta guru, siswa bergiat jika ada lomba. Mental anak untuk berkompetisi dan tampil di depan umum juga terasah. ''Lewat geguritan, anak kemudian berkembang untuk tampil di berbagai kegiatan,'' katanya.
Seperti diutarakan siswa SD II Sudagaran, Putik Windiati. Puisi Jawa atau geguritan membuatnya tertarik justru karena dia tak paham bahasa Jawa. Sedari kecil dia tumbuh dalam keluarga yang memakai bahasa Indonesia. ''Sekarang saya bisa bahasa Jawa, termasuk geguritan,'' katanya.
Anggota Komisi A DPRD Banyumas, Didik Utomo, menyebut pekan kebudayaan strategis untuk mengader generasi baru yang lekat dengan akar tradisinya.
Apalagi kota lama sudah menjadi aset wisata dan budaya di Kabupaetn Banyumas. ''Saya harap Disparbud tanggap dan ini dijadikan agenda tahunan Pemkab,'' ujarnya. (Sigit Harsanto-66)
[sumber: http://www.suaramerdeka.com/harian/0704/11/ban04.htm]
Ditulis Oleh Administrator
Kamis, 06 September 2007
HATI-HATI bila bilang generasi muda tumbuh bersama kecintaan yang tipis pada akar tradisinya. Asumsi yang kerap dilontarkan dalam berbagai forum budaya itu layak dipertimbangkan masak-masak. Setidak-tidaknya sejumlah pendidik mengaku menemukan fakta yang berbeda.
Suparwati, yang telah mengajar geguritan di banyak sekolah, melihat betapa anak-anak dan remaja punya keingintahuan yang tinggi pada sastra Jawa.
Kegiatan pembelajaran sastra Jawa itu perlu diikuti dengan tersedianya ruang untuk apresiasi.
''Perlombaan memang perlu untuk menumbuhkan semangat anak-anak,'' ujarnya di sela-sela penyelenggaraan Lomba Geguritan Tingkat SD di Pendapa Duplikat Si Panji Banyumas, kemarin.
Enam puluh sembilan peserta lomba tampak dikerumuni ratusan suporter yang merupakan kawan sekolah. Lomba menjadi bagian dari Pekan Budaya Banyumasan yang dihelat oleh Forum Masyarakat Peduli Budaya dan Wisata Banyumas.
Kompetisi
Pengajar dari SD II Pesinggangan, Krisbijantoro, juga melihat sambutan antusias anak pada khasanah sastra Jawa. Tanpa diminta guru, siswa bergiat jika ada lomba. Mental anak untuk berkompetisi dan tampil di depan umum juga terasah. ''Lewat geguritan, anak kemudian berkembang untuk tampil di berbagai kegiatan,'' katanya.
Seperti diutarakan siswa SD II Sudagaran, Putik Windiati. Puisi Jawa atau geguritan membuatnya tertarik justru karena dia tak paham bahasa Jawa. Sedari kecil dia tumbuh dalam keluarga yang memakai bahasa Indonesia. ''Sekarang saya bisa bahasa Jawa, termasuk geguritan,'' katanya.
Anggota Komisi A DPRD Banyumas, Didik Utomo, menyebut pekan kebudayaan strategis untuk mengader generasi baru yang lekat dengan akar tradisinya.
Apalagi kota lama sudah menjadi aset wisata dan budaya di Kabupaetn Banyumas. ''Saya harap Disparbud tanggap dan ini dijadikan agenda tahunan Pemkab,'' ujarnya. (Sigit Harsanto-66)
[sumber: http://www.suaramerdeka.com/harian/0704/11/ban04.htm]
SEJARAH RUMAH SAKIT UMUM BANYUMAS
SEKILAS RUMAH SAKIT UMUM BANYUMAS
RSUD Banyumas didirikan pada tanggal 1 Januri 1924. Pada waktu berdiri diberi nama “ Burgerziekenhais te Banyumas “, yang lengkapnya bernama “ Juliana Burgerziekenhais “ atau lebih dikenal pada waktu itu sebagai Rumah Sakit Juliana, dengan kapasitas TT 110 buah. Nama tersebut diambil dari nama seorang putra mahkota Ratu Wilhelmina dari Belanda.
Tahun 1935 kota Kabupaten pindah ke Purwokerto, sehingga RS memprihatinkan dan citranya menurun.
Setelah berakhir masa penjajahan Belanda di Indoensia ( 1941 ), maka rumah sakit ini menjadi rumah sakit milik pemerintah pendudukan Jepang dan digantikan namanya menjadi RSU Banyumas sampai dengan tahun 1945.
Tahun 1945 sampai dengan 1947 menjadi rumah sakit milik Pemerintah Daerah Kabupaten Dati II Banyumas. Kemudian diserahkan kepada pemerintah RI pada tahun 1950 dibawah Departemen Kesehatan (Pemerintah Pusat).
Tahun 1953 rumah sakit tersebut diserahkan pengelolaannya pada Pemerintah Daerah Kabupaten Dati II Banyumas.
Mulai tahun 1992 diadakan upaya perbaikan mutu pelayanan yang intensif dengan penerapan Total Quality Management, Gugus Kendali Mutu, Akreditasi dan tahun 2000 mulai mencoba menerapkan model akreditasi dengan standar internasional meng-adopt sistem yang dikembangkan oleh ACHS, Australia yaitu EQuIP (Evaluation Quality Improvement Program) sehingga dapat mencapai berbagai prestasi.
Tahun 1993 RSU Banyumas naik kelas dari Rumah Sakit Kelas D menjadi Kelas C pada tanggal 19 Januari 1993 melalui SK Menkes RI No. /Menkes/SK/I/1993.
Tahun 2000 RSU Banyumas naik kelas dari Rumah Sakit Kelas C menjadi Kelas B Non Pendidikan pada tanggal 28 Juli 2000 dengan SK Menkes RI No. 115/Menkes/SK/VII/2000.
Tahun 2001 RSU Banyumas ditetapkan menjadi RS Kelas B Pendidikan oleh Menteri Kesehatan dengan SK No. 850/Menkes/SK/VIII/2001 tangal 5 Oktober 2001, pengelolaannya masih di bawah kendali Pemerintah Daerah KAbupaten Banyumas dan menjalin ikatan kerjasama dengan Fakultas Kedokteran UGM sehingga menjadi salah satu dari tiga Rumah Sakit Pendidikan Utama FK UGM, selain RSUP dr. Sardjito Yogyakarta dan RSU Soeradji Tirtonegoro Klaten.
DIREKTUR RSU BANYUMAS SEPANJANG MASA
1936 - 1942 : dr. Abdoel Moerod
1942 - 1944 : dr. Tojib
1944 - 1947 : dr. Warsono
1947 - 1959 : dr. M. Hoesen Arifin
1956 - 1957 : dr. R.M. Goembreg
1957 - 1960 : dr. Ari Andre Haspel
1960 - 1962 : dr. Oei Siong Hie
1962 - 1978 : dr. Liem Ing Hien
1978 - 1987 : dr. R. Soepangat
1987 - 1988 : dr. Triwibowo Soedjas, Sp. A. (Ymt.)
(Agst. 1987 - Maret 1988)
1988 - 1992 : dr. HM. Mambodyanto SP.
(April 1988 - Sept. 1992)
1992 - 2001 : dr. H. Sutoto, MMR.
(Okt. 1992 - Okt. 2001)
2001 - sekarang : dr. Hartono, Sp. A.
(Nop. 2001 - sekarang)
RSUD Banyumas didirikan pada tanggal 1 Januri 1924. Pada waktu berdiri diberi nama “ Burgerziekenhais te Banyumas “, yang lengkapnya bernama “ Juliana Burgerziekenhais “ atau lebih dikenal pada waktu itu sebagai Rumah Sakit Juliana, dengan kapasitas TT 110 buah. Nama tersebut diambil dari nama seorang putra mahkota Ratu Wilhelmina dari Belanda.
Tahun 1935 kota Kabupaten pindah ke Purwokerto, sehingga RS memprihatinkan dan citranya menurun.
Setelah berakhir masa penjajahan Belanda di Indoensia ( 1941 ), maka rumah sakit ini menjadi rumah sakit milik pemerintah pendudukan Jepang dan digantikan namanya menjadi RSU Banyumas sampai dengan tahun 1945.
Tahun 1945 sampai dengan 1947 menjadi rumah sakit milik Pemerintah Daerah Kabupaten Dati II Banyumas. Kemudian diserahkan kepada pemerintah RI pada tahun 1950 dibawah Departemen Kesehatan (Pemerintah Pusat).
Tahun 1953 rumah sakit tersebut diserahkan pengelolaannya pada Pemerintah Daerah Kabupaten Dati II Banyumas.
Mulai tahun 1992 diadakan upaya perbaikan mutu pelayanan yang intensif dengan penerapan Total Quality Management, Gugus Kendali Mutu, Akreditasi dan tahun 2000 mulai mencoba menerapkan model akreditasi dengan standar internasional meng-adopt sistem yang dikembangkan oleh ACHS, Australia yaitu EQuIP (Evaluation Quality Improvement Program) sehingga dapat mencapai berbagai prestasi.
Tahun 1993 RSU Banyumas naik kelas dari Rumah Sakit Kelas D menjadi Kelas C pada tanggal 19 Januari 1993 melalui SK Menkes RI No. /Menkes/SK/I/1993.
Tahun 2000 RSU Banyumas naik kelas dari Rumah Sakit Kelas C menjadi Kelas B Non Pendidikan pada tanggal 28 Juli 2000 dengan SK Menkes RI No. 115/Menkes/SK/VII/2000.
Tahun 2001 RSU Banyumas ditetapkan menjadi RS Kelas B Pendidikan oleh Menteri Kesehatan dengan SK No. 850/Menkes/SK/VIII/2001 tangal 5 Oktober 2001, pengelolaannya masih di bawah kendali Pemerintah Daerah KAbupaten Banyumas dan menjalin ikatan kerjasama dengan Fakultas Kedokteran UGM sehingga menjadi salah satu dari tiga Rumah Sakit Pendidikan Utama FK UGM, selain RSUP dr. Sardjito Yogyakarta dan RSU Soeradji Tirtonegoro Klaten.
DIREKTUR RSU BANYUMAS SEPANJANG MASA
1936 - 1942 : dr. Abdoel Moerod
1942 - 1944 : dr. Tojib
1944 - 1947 : dr. Warsono
1947 - 1959 : dr. M. Hoesen Arifin
1956 - 1957 : dr. R.M. Goembreg
1957 - 1960 : dr. Ari Andre Haspel
1960 - 1962 : dr. Oei Siong Hie
1962 - 1978 : dr. Liem Ing Hien
1978 - 1987 : dr. R. Soepangat
1987 - 1988 : dr. Triwibowo Soedjas, Sp. A. (Ymt.)
(Agst. 1987 - Maret 1988)
1988 - 1992 : dr. HM. Mambodyanto SP.
(April 1988 - Sept. 1992)
1992 - 2001 : dr. H. Sutoto, MMR.
(Okt. 1992 - Okt. 2001)
2001 - sekarang : dr. Hartono, Sp. A.
(Nop. 2001 - sekarang)
Subscribe to:
Posts (Atom)